♠ Posted by Aryni Ayu in PROSA
Bergerilya dengan fantasi – fantasi di masa lalu, beranalisis dengan logika, dan aku tahu akhirnya, manusia – manusia itu bukan sahabatku lagi. Mereka sudah lupa pada buminya.
Alangkah
baiknya jika bumi ini penuh dengan penjabaran – penjabaran logika yang dapat
dimengerti. Bumi yang dihuni oleh Tuhan yang Maha Esa dan manusia yang
terkadang tak meng-esa-kan Tuhan – Nya. Alangkah baiknya pula bila bumi ini tak
penuh dengan kesundalan manusia. Kadang berhenti pada titik A dan titik B
sebagai perantauan akal yang tak sehat. Begitulah manusia, terkadang apa yang
dia rasakan harus dirasakan pula oleh manusia lainnya, tentu bukan rasa yang
bagus. Entahlah apa yang harus dijelaskan, penuh dengan logika, mengalahkan
magis. Lingkungan di sekitarku, dihiasi manusia – manusia masa lalu yang telah
berubah wujud. Dulu, manusia – manusia itu memang sahabat. Laki – laki dan
perempuan itu yang dulu menyapaku, menghiburku dengan tulus, tak mengenal suatu
pamrih, dan tak mengerti arti material. Kini, berubah. Dulu, dulu, dan dulu
yang indah, hari ini telah menghilang. Manusia – manusia yang dulu tahu arti
akhirat, detik ini hanya bumi dan seisi – isinya yang mereka kenal.
Benar
– benar manusia kontaminasi. Sel – sel darah merah, otot, otak, raga serta
jiwanya telah bercampur baur dengan busuknya bumi. Mereka itu sudah lupa akan
buminya. Jika menurut Justin Bieber back
down to earth, maka menurutku lupa kulit akan kacangnya. Tahu aku,
sepertinya terbalik. Namun dibalik – balik semiring apapun tetaplah manusia –
manusia itu busuk, sudah lupa akan hati nuraninya. Aku ditarik dengan kain
emas, dibungkus dengan kain – kain yang indah, permata – permata menyilaukan
mata, dan kebaikan hati yang palsu. Apa
yang menjadi tujuan manusia – manusia itu, tentu untuk suatu mata uang.
Beruntung, akal – akalan busuk melebihi sampah itu tercium olehku. Dan aku
terhindar dari lubang hitam.
Manusia
– manusia itu, di masa lalu begitu mulia. Perannya tak pernah terlupakan,
sebagai pelipur lara, pelawak, hingga pembelaan sebagai seorang sahabat. Tapi
waktu berkata lain, bumi beserta isinya ternyata mampu membuat manusia –
manusia itu berpaling pada Tuhan- Nya. Lupa mereka kalau – kalau Tuhan tidak
pernah mati. Bumi dan manusia, membuat otak senantiasa berpikir. Bergerilya
dengan fantasi – fantasi di masa lalu, beranalisis dengan logika, dan aku tahu
akhirnya, manusia – manusia itu bukan sahabatku lagi. Mereka sudah lupa pada
buminya.