Konstitusionalisme ala Indonesia

♠ Posted by Aryni Ayu in

Harapan paling mendasar masyarakat sejak negeri ini terbentuk adalah terbentuknya kehidupan berbangsa dan bernegara yang adil dan makmur sesuai mukadimmah UUD 1945

            Melihat sejarah panjang bangsa, tak pelak berbagai masa telah dilewati. Dari awal masyarakat ini belum mengenal nama Indonesia, yang terbiasa mempergunakan kata ‘nusantara’ gubahan Gadjah Mada, sebagai tanda kekuasaan nagari Majapahit. Sampai Indonesia berada dalam masa kekinian. Negeri yang terdiri dari lebih dari 2500 bahasa lokal, dan lebih dari 300 suku ini, memiliki hubungan kental antara adat istiadat (customs), kepercayaan, dan kebiasaaan masyarakat yang telah lama dibina. Begitu pula dengan berbagai tata aturan yang diterapkan. Menurut seorang antropolog Jerman, tiada etnis rendah etnis tinggi, kesemua dari mereka pasti memiliki budaya yang didalamnya terdapat aturan-aturan. Konon, nenek moyang Indonesia adalah orang-orang ahli pembuat budaya di masanya. Budaya berupa alat-alat ekonomi, reliji, kebiasaan, khususnya dalam hal tata perilaku yang disampaikan dalam bentuk budaya lisan (oral tradition). Menurut ilmu ketatanegaraan bentuk budaya lisan dapat dikategorikan sebagai peraturan tidak tertulis dan awal dari konstitusionalisme Indonesia.

            Konstitusionalisme. Banyak para muda saat ini yang mungkin lupa apa itu arti dari konstitusionalisme. Jangankan tahu, pernah dengar saja mungkin hanya beberapa orang bahkan mungkin juga tahu setelah membaca tulisan ini. Sisanya hanya memikirkan pacar, gadget, atau sibuk bersikap ‘semau gue’ (just kid). Kembali pada konstitusionalisme, sekiranya menjadi tema besar untuk mengatasi segala persoalan masyarakat dunia. Konstitusionalisme menurut Aristoteles dan Plato (dalam bukunya ‘Republica’) berasal dari kata politiea (Yunani) dan Constitution (Inggris) adalah aturan-aturan yang diciptakan manusia sejak terlahirnya suatu kebudayaan, melekat dalam adat istiadat. Konstitusionalisme disebut-sebut memiliki usia jauh lebih tua dari terbentuknya sebuah negara itu sendiri. Alasannya, sekumpulan orang menyebut dirinya sebagai anggota dari masyarakat/etnis tentu memiliki rule of law yang diciptakan untuk menangani berbagai permasalahan sosial.
Sebagai contoh, permasalahan otoritarianisme (diktator) kerajaan Perancis pimpinan Napoleon Bonaparte dinilai memperkosa hak asasi manusia akibat hedonisme pemimpin, perdagangan budak yang semakin menjadi, dan penghukuman tanpa proses membuat rakyat berani melakukan revolusi menumbangkan kekaisaran Bonaparte dan menghasilkan Déclaration des droits de l'homme et du citoyen tahun 1789. Sebuah deklarasi kemerdekaan untuk hak asasi manusia. Beberapa tahun sebelumnya, Amerika Serikat di tahun 1776 menuntut kemerdekaan dan hak asasi manusia, tertuang dalam Declaration of Independence, yang menandai diterapkannya demokrasi ke seluruh dunia. Magna Charta Inggris 1215 juga menjadi rujukan bagi penerapan konstitusionalisme di berbagai dunia.
Indonesia juga tak mau ketinggalan. Meski konstitusionalisme modern belum terselenggara lebih dulu dibanding negara-negara maju, namun ruh dari konstitusionalisme telah terlihat dari kitab-kitab saduran para empu (guru/penulis) yakni Kitab Sutasoma karangan Mpu tantular salah satunya berisi tentang semboyan Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Mangrwa yang berkaitan dengan unsur pemersatu untuk mendirikan sebuah nation state (negara kebangsaan). Dan kitab Negarakretagama karya Mpu Prapanca yang membuat Soekarno mengambil unsur-unsur penting tentang pancasila karma untuk membentuk pancasila sebagai the way of life bangsa Indonesia.

Konstitusionalisme Indonesia tentu dibatasi oleh sebuah konstitusi baik itu codified constitution (aturan tertulis) ataupun non-codified constitution (aturan tidak tertulis). Bagi bangsa ini, aturan-aturan negara dengan sistem modern tak bisa lepas dari sejarah pembentukan undang-undang yang pertama kali dilakukan sejak diproklamasinya kemerdekaan. Penggunaan UUD 1945 (1945-1949), UUD 1949 (1949-1950), UUD 1950 (1950-1959), dan UUD 1945 (1959-sekarang), kesemuanya merupakan aturan/undang-undang tertulis berdasarkan demokrasi konstitusional yang diambil dari adat istiadat bangsa Indonesia sejak pertama kali membentuk kebudayaan, dan mengalami pembenahan yang terus-menerus karena permasalahan historis karena di tahun 1945-1950 Belanda masih turut campur tangan dalam sistem kenegaraan negeri ini. Hingga undang-undang Indonesia kembali pada UUD 1945 setidaknya diamandemen sebanyak empat kali untuk menjawab berbagai permasalahan yang tengah dihadapi bangsa ini.

Dari permasalahan human trafficking, pelanggaran terhadap asasi anak, diskriminasi etnis Rohingya yang dilempar-lempar begitu saja dari Myanmar hingga akhirnya Indonesia yang harus menampung, serta konflik Timur tengah, kesemuanya menuntut peran indonesia sebagai warga dunia, nyatanya belum terdapat penyelesaian yang kongkrit. Harapan paling mendasar masyarakat sejak negeri ini terbentuk adalah terbentuknya kehidupan berbangsa dan bernegara yang adil dan makmur sesuai mukadimmah UUD 1945. Semoga konstitusionalisme Indonesia mampu menjawab berbagai tantangan dan menjadi negara seutuhnya disegani bangsa-bangsa lain.