Niezya’s Dyri, 31 Desember 2011 (Catatan Hati seorang Aryni Ayu)

♠ Posted by Aryni Ayu in
Kisah Akhir Tahun, sebuah Teriakan Dariku

Aku terus berusaha mencari cara untuk bisa membuat hidupnya lebih baik lagi. Tapi ketika orang yang benar – benar ingin aku anggap ‘baik’ itu ingin pergi dariku, aku hanya berharap aku bisa kembali ke jalanku. Aku hanya bisa terisak – isak di depannya. Menghapus air mata yang tak pernah surut. Hari itu aku benar – benar trauma.

Dear Diari,
Sebuah teriakan keras dari mobil – mobil sibuk, lengkingan sepeda motor yang berdecit, dan wajah – wajah penuh histeris mengelilingiku. Mereka berusaha memanggil – manggil namaku dengan sebutan A, B, C, D. “Nak…adek kecil..ndok, ayo bangun, kamu sudah aman…” Badanku serasa sakit sekali, barang – barangku berserakan menghiasi jalanan, untung warna darah yang merah itu tak terlihat.

Ada yang berkejar – kejaran sambil berteriak “kembalikan handphone anak itu…” Seakan aku masih linglung dan terlelap. Benarkah aku masih ada di atas daratan ataukah Tuhan telah memanggilku untuk menghadap? Seingatku, aku berjalan sambil menggumamkan secarik doa “Tuhan, tolong jatuhkan aku, supaya aku tak bisa melihatnya lagi..”

Kemarin, benda beraspal itu dipenuhi oleh rintik – rintik hujan. Benda – benda besi pun ikut kalang kabut menyambut hadirnya hujan. Namun hal itu tak berlaku bagiku. Rasanya, guyuran air dari indera pengelihatanku jauh lebih menyakitkan. Entah apa yang terjadi, aku terus berpikir dan berpikir, layaknya Socrates yang diperintahkan untuk meminum racun saat harus membela panji kebenaran. Aku lebih memilih menjadi dirinya. Ketika cinta lebih rasional daripada kebenaran, aku sakit.
Ku terus berpikir. Apakah aku ini benar – benar manusia yang hina?seakan harus mengorbanan segalanya, termasuk logikaku. Seakan dunia ini memutarku terbalik. Selama ini aku selalu berada dalam posisi menang. Tak pernah sekalipun aku berada dalam posisi ‘angkat topi’ sambil membawa ‘bendera putih’ di depan orang yang aku anggap sebagai ‘kekasih’. Nyanyian ngeri itu terus menggenangi pikiranku. Berjalan seakan tanpa arah, sakit, dan pilu rasanya tak pernah setajam ini. Tuhan, aku tak pernah berharap untuk melarikan diri darimu. Tapi cinta seakan – akan membuatku lupa. Apakah tuhan masih ada?

Seakan ada ruangan besar dalam hatiku. Di sana, ada malaikat – malaikat merah dan putih yang sedang bersidang. Berusaha memutuskan apakah orang berjenis kelamin pria itu pantas mendampingiku? Sidang ini telah dimulai sejak pertama kali aku menerimanya, sebagai pelengkap serpihan hatiku. Berulang kali kupanjatkan doa dan tahajudku untuk Tuhan, sembari mencari – cari jawaban apakah dia benar – benar orang yang baik?
Jauh didalam lubuk hatiku, Tuhan ternyata memberikan jawaban YA. Dengan satu syarat, tujuan utamaku memberinya hati untuk berbagi adalah demi kebenaran. “Cintailah dia dengan syarat, perbaiki hidupnya”. Aku terbangun dari mimpi, rasa kagetku memuncak. Sungguh ini menjadi tantangan terberat buatku.

Sebenarnya, banyak partner yang mendekatiku. Dari fotografer, pengusaha, penulis, bahkan satu dua sarjana yang baru saja lulus dan bekerja di sebuah perusahaan, tak berhenti berlalu lalang untuk mendapatkan cintaku. Sayang hatiku masih tertutup, masih ada tujuan yang belum ku capai, dan karena aku telah berjanji pada Tuhan.

Janjiku mulai berjalan. Telah berpuluh – puluh kali bagiku untuk mencoba membuatnya bangkit. Sekedar beristirahat sebentar dari sikap ke-apatis-annya. Melipat sekecil mungkin kelemahan, dan menggandakan sebanyak mungkin kelebihan yang aku miliki, hanya demi kebaikan. Sungguh tak pernah terpikir olehku untuk membuatnya terluka, bahkan berteriak – teriak, membuang segala amarahku didepannya, sungguh ini tak semuanya buruk. Mungkin dalam hati kecilnya berkata, satu kelemahanku berpotensi besar untuk menghancurkan hidupnya. Mungkin dirinya begitu trauma melihat caraku meluapkan emosi. Ya, inilah kelemahanku yang diberikan oleh Tuhan. Aku berusaha melipatnya sekecil mungkin, tapi maaf jika emosi itu akhirnya meledak.

Tangisan, ratapan, dan frustasi, tak jarang menemaniku. Aku berusaha mencari cara lagi untuk bisa membuat hidupnya lebih baik lagi. Tapi ketika orang yang benar – benar ingin aku anggap ‘baik’ itu ingin pergi dariku, aku hanya berharap aku bisa kembali ke jalanku. Aku hanya bisa terisak – isak di depannya. Menghapus air mata yang tak pernah surut. Hari itu aku benar – benar trauma.

Memang tak mudah menjadi sebuah pohon kelapa yang tinggi dan siap diombang – ambing oleh angin, daripada harus menjadi rumput yang siap diinjak – injak kapan dan oleh siapapun. Walau sakit, sedih, bahkan tak tahu akan jadi apa dirinya nanti? Aku merasa tanggung jawabku harus berhenti sampai disini. Aku ingat kalau aku masih punya Tuhan, yang tak pernah lelah memberiku tugas – tugas yang lebih mulia lagi.

Seketika itu juga aku terbangun. Wajah – wajah misterius masih saja menatapku dengan rasa iba. “bagaimana keadaanmu ndok, sudah baikkan? Namamu siapa? Barang – barangmu sudah kami ambil di tengah jalan tadi.” Sungguh aku baru teringat jika aku terjatuh di jalanan dan terlempar begitu saja di atas aspal, saat pikiranku sedang tak sehat. Saat kebenaran harus terkalahkan oleh cinta…..

Kisah Liberalisme

♠ Posted by Aryni Ayu in

Seandainya Karl Marx masih hidup, mungkin dirinya akan mengirimkan pesan singkat kepada Presiden Obama, “Sungguh tak pernah terpikir olehku bahwa ramalan – ramalanku akan meleset tepat di pertengahan abad – 20. Kaulah yang kini harus bertanggung jawab atas banyak kehancuran di Timur Tengah”.

Pendahuluan
Pada akhirnya, sejarah akan dikuasai oleh pihak – pihak yang menang. Pihak yang kalah akan hancur, dan tak tahu kapan dirinya harus bangkit lagi. Ya, seperti itulah isme – isme dewasa ini. Mungkin tak pernah terpikir oleh Karl Marx, Lenin, ataupun Hitler bahwa pada suatu hari cita – citanya akan hancur, dan tak pernah lagi hidup hingga kini. Dengung – dengung isme – isme yang mereka pidatokan di depan umat manusia nyatanya hanya bertahan di abad – 19 hingga abad – 20, sisanya hanyalah kebebasan yang sanggup menjadi merajai dunia. Bahkan Patung Liberty yang ada di Amerika pun kini bisa tersenyum kian lebar saat tahu bahwa negaranya adalah pemenang dari persaingan ketat isme – isme dunia. Seandainya Karl Marx masih hidup, mungkin dirinya akan mengirimkan pesan singkat kepada Presiden Obama, “Sungguh tak pernah terpikir olehku bahwa ramalan – ramalanku akan meleset tepat di pertengahan abad – 20. Kaulah yang kini harus bertanggung jawab atas banyak kehancuran di Timur Tengah”.

Di Timur, Barat tetap berkuasa. Liberalisme tua yang dulu hanya berprinsip pada kebebasan, semata – mata hanya untuk melepaskan diri dari kekuasaan gereja, kini Liberalisme modern berubah menjadi penguasa dunia. Bahkan CIA harus menanggung malu yang luar biasa saat salah satu dokumennya mengalami kebocoran di sebuah situs bernama wikileaks. Sebuah situs yang menyajikan berbagai macam kebobrokan para pemimpin dunia beserta anak asuhnya.

Di dalam dokumen tersebut kalimat pertama tertulis “..no freedom, independent, and glory for the third world. Like a sh*t when we look at you to be a first world..”. Dapat diartikan bahwa hanya sebuah buaian yang menjijikan ketika negara – negara di dunia ketiga (negara – negara berkembang termasuk Indonesia harus melesat hebat sejajar dengan negara – negara maju. Jika sudah begini, lalu apa yang harus diperbuat para sejarawan beserta politikus kita? Haruskah negara – negara itu tetap duduk dalam lingkaran besar persaingan para kapitalis, atau bagaimana jika isme – isme yang lain turut bangkit kembali untuk membendung mereka (kaum kapitalis)?

Latar Belakang
Gagasan liberalisme tak ubahnya sebagai reaksi atas trauma yang terjadi dalam sejarah umat manusia. Berawal dari gerakan liberalisme pimpinan kaum borjuis di Inggris saat pemerintahan Ratu Victoria. Di Romawi bahkan Martin Luther mengeluarkan kritikan tajamnya kepada pihak gereja, semacam Reformasi Gereja, hingga akhirnya berpengaruh terhadap negara – negara di Eropa, dan Amerika.

Latar Keagamaan
Sekali lagi, tumbuh – kembang liberalism untuk pertama kalinya terjadi akibat kesewenang – wenangan kaum gereja. Ajaran Kristen yang saat itu mengalir begitu derasnya dalam jati diri masyarakat, tiba – tiba harus disambut penuh dengan ke-skeptisan dan kekecewaan. Raja yang dulunya di saat Romawi masih berjaya dirasa sangat adil untuk bisa memberikan kebebasan kepada rakyatnya baik dalam hal berbudaya, seni, pengetahuan, ataupun di bidang keagaaman, kini berbanding terbalik. Raja justru memproklamirkan bahwa dirinya adalah utusan perwakilan Tuhan (son of God), para pejabat gereja memiliki hak istimewa sama halnya dengan para bangsawan, undang – undang dasar yang dulunya dibuat berdasar kesepakatan rakyat, berubah menjadi undang – undang dasar gereja, serta gereja yang seharusnya hanya sebatas keagamaan justru memiliki prajurit layaknya kerajaan. Ditambah lagi, surat pengakuan dosa yang dijual secara serampangan kepada masyarakat menggambarkan betapa penyimpangan besar para kaum gereja. Tak seharusnya lembaga keagamaan yang ada berkembang menjadi sebuah kerajaan sesat bagi rakyatnya. Semua fakta tersebut kemudin menjadi trauma sejarah bagi kebanyakan bangsa Eropa, bahkan seorang Prancis berkata bahwa agar dapat menjalankan kebebasan selayaknya manusia, hendaknya harus membuang pemikiran agama jauh – jauh dari kehidupan manusia. Maka jangan heran jika hingga hari ini gereja – gereja di daratan Eropa dan Amerika hanya dihuni saat ada acara seremonial saja, sisanya akan tampak sepi.

Latar social – ekonomi – politik
Untuk latar social – ekonomi – politik, hal ini memang sengaja digabungkan karena memang tak gampang memilahnya satu per satu dari suatu kejadian sejarah yang saling berhubungan. Kita mulai dari latar politik terlebih dahulu, saat pemerintahan Romawi memutuskan untuk memberi hak – hak istimewa pada kaum gereja dan para bangsawan. Berupa penguasaan terhadap tanah, serta hak untuk mengeluarkan suatu undang – undang, dan gereja diijinkan untuk membuat suatu institusi bernama “inkuisisi” yang didalamnya terdapat paus sebagai raja, pangeran, pejabat – pejabat, serta para prajurit, inilah awal dari kegelapan bangsa Eropa. Secara social – ekonomi, masyarakat Eropa saat itu sebagian masih berkiblat pada system perekonomian agraris, belum ada kemajuan sedikitpun mengenai perkembangan tekhnologi. Mereka pun masih cenderung dipekerjakan sebagai buruh oleh para penguasa tanah (feodal), termasuk para pejabat gereja. Barang siapa yang berbeda dengan gereja maka mereka akan dihukum. Maka dapat disimpulkan, rakyat memberikan rumah untuk para penguasa, dan rakyat mendapatkan gubuk dari penguasa.

Latar Iptek
IPTEK mulai berkembang di abad – 17 – 18, dari sinilah kekuasaan mutlak kaum gereja mulai di skeptiskan. Segala putusan, undang – undang dasar yang didasarkan pada bibble (kitab suci) perlu dibuktikan berdasarkan metoda ilmiah, dan empiris.

Perkembangan
Liberalisme berasal dari kata liber yang artinya kebebasan, dan isme merupakan suatu ideologi. Setelah melalui beberapa latar belakang, akhirnya seorang Marthin Luther memutuskan untuk melakukan koreksi gereja, dirinya mengeluarkan sebuah tulisan berisi kritikan pedas bagi para kaum gereja. Dan dari sinilah tsunami kebebasan mulai mendapatkan angin segar. Koreksi gereja yang dilakukan Martin Luther memberi keberanian para kaum borjuis (kaum kelas tengah) dari beberapa negara untuk maju melawan keabsolutan seorang raja dan otoriter berlebihan sebuah gereja. Sebut saja John Locke dari Prancis dengan pemikiran demokrasinya, Immanuel kant dari Prusia dengan pemikiran besar Negara dan hukum, Thomas Jefferson yang berhasil membawa Amerika kearah kemerdekaan di tahun 1776, serta gerakan Liberalisme di Inggris tahun 1837—an di masa Ratu Victoria. Menjadi bukti bahwa besarnya pengaruh Liberalisme saat ideologi tersebut berusaha lahir dari rahim induknya, dan diperjuangkan atas dasar “kebebasan”. Liberalisme era klasik pun dimulai.

Banyaknya protes yang diajukan oleh rakyat dengan kaum borjuis sebagai pimpinannya, serta dibantu oleh Gerakan Renaissance yang kemudian berkembang pesat di Eropa membuat kekuasaan Gereja secara bertahap hancur. Kini, Liberalisme dengan asas – asas kebebasan dengan meliberalisasi tiga aspek kehidupan yakni agama, hukum, serta perekonomian mulai digalakkan. Kebebasan agama yang nantinya melahirkan sosok atheism, negara sekuler. Kebebasan hukum serta system pemerintahan yang menciptakan sebuah demokrasi untuk pertama kalinya secara modern dikembangkan di Amerika. Kebebasan ekonomi yang jelas menghasilkan sederet perekonomian Kapitalis yang nantinya juga terpecah - pecah dalam produk kapitalisme modern seperti neoliberalisme, serta Keynesian.

Pecahan dari liberalisme ini nantinya akan menorehkan sejarahnya sendiri – sendiri di berbagai negara abad 19 – 20 menggantikan imperialism kuno yang bersifat feodalistik. Di Inggris misalnya, Kapitalisme berkembang hebat, Demokrasi di Amerika yang benar – benar sudah dewasa di satu sisi, serta Turki dengan negara sekulernya sekali sebagai bentuk liberalisasi di bidang agama.

Bahkan di Indonesia pun tak ketinggalan, pengaruh Ideologi Liberalisme begitu besar mempengaruhi sejarah nasional. UUD’s 50 dengan wajah Indonesia yang sempat terbelah – belah menjadi negara federal tampaknya cukup menjadi bukti. Dua perang besar dunia nyatanya, juga membuktikan betapa pertarungan ideologi cukup kuat menancapkan hegemoninya, dan Liberalisme sebagai pemenang tunggal hingga hari ini.

Pendidikan Indonesia di Tengah Kepungan Besar Globalisme

♠ Posted by Aryni Ayu in

Masih berkeliaran tangan – tangan jahil yang siap menancapkan hedonismenya di dunia pendidikan Indonesia. Jadilah esensi pendidikan Indonesia yang carut marut.

Pendahuluan
Dunia semakin sempit. Tak seluas dulu saat Herodotus (seorang sejarawan barat) berhasil membuat peta dunia. Antara Timur dan Barat yang dulunya sangat berbeda, kini mulai terlihat sama. Pasar internasional sudah mulai bebas, informatika telah mengalami kecanggihan tinggi di berbagai aspek, sehingga tak ada sekat tebal sedikit pun yang mampu menutupi kehidupan dibalik dinding besar negara – negara di berbagai belahan dunia. Saat keadaan mulai mengglobal, manusia dituntut untuk serba bisa, serba cerdas. Negara – negara yang dulunya sempat menjadi korban isme – isme dunia, hingga hari ini pun terus – menerus menyempurnakan ideologi Liberal mereka. Kapitalistik telah menjadi zaman popular. Inilah globalisme, yang kini begitu nyata di hadapan dunia, membuat penghuninya begitu memantapkan diri untuk berubah kearah kemajuan di berbagai aspek kehidupan. Negara - negara di Timur dan Barat telah banyak menyelenggarakan kerjasama internasional menyangkut hampir semua aspek. Dari perekonomian, hukum, perdagangan, kesehatan, terutama pendidikan cukuo menjadi perhatian besar para elit dunia.
Tentunya mereka yang terlibat dalam kerjasama ini harus memiliki nilai tawar (bargaining position). Begitupun Indonesia. Tak mungkin para investor berani menanamkan sahamnya secara besar – besaran, sedangkan hanya segelintir orang Indonesia yang siap menerima berbagai profit dan resiko dari penanaman saham – saham tersebut. Apalagi di bidang pendidikan, mutlaknya menjadi tonggak dan benang merah dari kemajuan bangsa realitanya masih diterapkan tak sesuai dengan esensinya. Masih berkeliaran tangan – tangan jahil yang siap menancapkan hedonismenya di dunia pendidikan Indonesia. Jadilah esensi pendidikan Indonesia yang carut marut.

Problematika
Esensi pendidikan Indonesia di tengah kepungan besar Globalisme adalah mempersiapkan anak didik sesuai dengan tuntutan zaman. Anak didik bermental baja, cerdas, siap bersaing di hadapan negara – negara maju serta dilengkapi dengan tiang agama sebagai filter untuk menghadapi berbagai kebudayaan universal, kebudayaan asing nyatanya jauh dari adat – istiadat ketimuran bangsa Indonesia. Namun pada faktanya, esensi ini masih harus bercampur baur dengan kepentingan penguasa. Elit – elit politis yang menginginkan status quo (kekuasaan) cenderung mempergunakan pendidikan bukan sebagai cita – cita yang seharusnya dijunjung tinggi, melainkan hanya sebagai kedok dari kebrobokannya. Atas nama pendidikan, biaya APBN yang seharusnya 20% total dipergunakan untuk membiayai anggaran pendidikan bangsa, selalu dan selalu berliku – liku di kantong para koruptor.
Desentralisasi yang seharusnya bisa mendorong terlaksananya esensi pendidikan secara murni, hanya melahirkan raja – raja kecil yang gagap dan tak mampu menerima berbagai bentuk rupa globalisme. Alhasil, sarana – prasana pendidikan pun tak secara maksimal bisa dijangkau oleh rakyat. Menggambarkan ketidakbenaran dan ketidaksiapan secara maksimal untuk mempersiapkan esensi pendidikan di tengah kepungan besar globalisme. Inilah esensi pendidikan yang carut marut.

Rekomendasi
a.Pemerintah serta pihak – pihak penyelenggara pendidikan diharapkan tidak tambal sulam untuk mempersiapkan esensi pendidikan menghadapi kepungan besar globalisme
b.Perlu adanya kejujuran berbagai pihak menanggapi kebijakan dari pemerintah tentang pendidikan.
c.Moralitas anak didik yang tak boleh tertinggal.

MONOTUN

♠ Posted by Aryni Ayu in
Aku, menjadi angggota dari sebuah lembaga jurnalistik yang sama sekali lekat dengan kata – kata “Monotun”. Tidak ada inspirasi, tidak ada kebebasan, dan tidak ada kebenaran.


AKU, hanyalah seorang penggemar Avril Lavigne yang enggak tahan dengan kata – kata “Monotun”. Entah harus mulai darimana aku menulis artikel ini, yang ada dibenakku sekarang hanya menulis, menulis, dan menulis. Tidak pernah terbesit di otakku untuk merebut, menggilas, bahkan sampai membunuh lawan – lawanku hanya untuk sebuah kehormatan yang kosong mlompong tanpa isi dan makna. Ya..seperti yang dilakukan oleh para pendahuluku. Aku, menjadi angggota dari sebuah lembaga jurnalistik yang sama sekali lekat dengan kata – kata “Monotun”. Tidak ada inspirasi, tidak ada kebebasan, dan tidak ada kebenaran. Benar – benar membuat otakku serasa ingin mereproduksi otak – otak mereka supaya segar kembali. Sudahlah, aku tidak butuh jabatan – jabatan ‘kosong’ itu. Aku hanya menginginkan sebuah media jurnalistik yang benar – benar bersih dari kepentingan – kepantingan kotor. Tak perlu lagi lah kita mengeluarkan otot – otot leher dan bola mata kita saat sidang tahunan anggota berlangsung. Tak perlu juga sidang berjalan monotun. Selalu serba lambat dan penuh perdebatan kosong. Buat apa? hanya demi kehormatan dan kepentingan golongan semata? Oh come on, pertunjukkan kalian itu sudah terlalu ‘monotun’, basi, sudah sepantasnya dibuang ke tempat sampah!

Mungkin pembaca akan merasa kebingungan membaca artikel ini, karena penulis memang benar – benar sudah jenuh. Aku hanya ingin MENULIS, hanya ingin mengungkap hal – hal yang seharusnya menjadi bahan kritisan, dan tidak menginginkan kepemimpinan yang otoriter alias gila hormat. Kenapa masih saja dihalang – halangi? Seakan – akan ada di sekat tebal yang memisahkan antara malaikat dengan setan. Lalu apa bedanya mereka dengan para penjahat? Jika seorang yang benar – benar ber-IDE jurnalistik harus tertutup dengan ide – ide kotor para birokrat kecil. Kenapa harus dipermudah jika itu bisa dipersulit? Ya, mungkin slogan itu yang mereka pakai sebagai almamater. PANTAS jika otak mereka benar – benar lumpuh, terlalu banyak konsep, No Action Talk Only!

Fakta Sejarah Hegemoni Politik Amerika Serikat (AS) di Dunia dan Konspirasi Terorisme

♠ Posted by Aryni Ayu in

"Sungguh Anerika itu Penuh Konspirasi..!"

Negara yang lahir pada tanggal 4 Juli 1776 ini saat ini telah berusia 233 tahun. Sebagai salah satu pemenang Perang Dunia II (PD II), dan anggota tetap Dewan Keamanan PBB dengan hak vetonya, AS mulai menanamkan kuku-kuku kekuasaan atas ekonomi dan politik negara-negara kecil di dunia setelah pasca PD II.

Dengan menggunakan kekuatan perusahaan-perusahaan pengeksplor minyak besar yang berhasil menguasai ladang-ladang minyak dunia, dari Timur Tengah hingga Asia Tenggara, seperti Indonesia, maka kekuasaan politik AS terhadap negara-negara dunia ketiga mudah untuk diwujudkan karena kelimpahan uang hasil penjualan minyak (Lihat juga warta "Sejarah Konflik Palestina-Israel dari Masa ke Masa").

Marilah kita melihat dengan pikiran terbuka, bahwa sejarah politik AS yang penuh darah di dunia, demi kekuasaan politik dan ekonomi, tidak memustahilkan peran-peran besarnya dalam sebuah konspirasi besar yang bernama “perang global melawan terorisme”.

Agustus 1945

Pengeboman atom kota Hiroshima dan Nagasaki di Jepang oleh Amerika Serikat atas perintah Presiden Amerika Serikat Harry S. Truman, menandai akhir Perang Dunia II. Enam hari setelah dijatuhkannya bom di Nagasaki, pada 15 Agustus, Jepang mengumumkan bahwa Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.

Kejatuhan bom nuklir satu-satunya yang pernah terjadi ini membunuh sebanyak 140.000 orang di Hiroshima dan 80.000 di Nagasaki pada akhir tahun 1945. Sejak itu, ribuan telah tewas akibat luka atau sakit yang berhubungan dengan radiasi yang dikeluarkan oleh bom. Pada kedua kota, mayoritas yang tewas adalah penduduk sipil.

17 Agustus 1945

Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia oleh Proklamator Soekarno-Hatta.

24 Oktober 1945

Perserikatan Bangsa-bangsa didirikan di San Francisco pada 24 Oktober 1945 setelah Konferensi Dumbarton Oaks di Washington, DC. Dewan Keamanan, salah satu badan PBB, mempunyai kekuatan untuk mengambil keputusan yang harus dilaksanakan para anggota di bawah Piagam PBB. Dewan ini mempunyai 5 anggota tetap yang merupakan pemenang utama PD II, yakni: 1.Republik Rakyat Cina (dulu Republik Cina); 2.Perancis; 3.Rusia (dulu Uni Sovyet); 4.Britania Raya; 5.Amerika Serikat. Kelima anggota tersebut adalah negara-negara yang boleh mempunyai senjata nuklir di bawah Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir, dan memiliki hak veto untuk membatalkan keputusan atau resolusi yang diajukan PBB atau Dewan Keamanan PBB.

Era Perang Dingin (perang ideologi negara) sesama anggota PBB, yakni Amerika Serikat (Demokrasi Liberal) melawan Uni Sovyet dan China (Komunis)

25 Juni 1950 – 27 Juli 1953

Perang Korea adalah sebuah konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan. Perang ini juga disebut "perang yang dimandatkan" (bahasa Inggris proxy war) antara Amerika Serikat dan sekutunya dan komunis Republik Rakyat Cina dan Uni Soviet (juga anggota PBB). Peserta perang utama adalah Korea Utara dan Korea Selatan. Sekutu utama Korea Selatan termasuk Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Britania Raya, meskipun banyak negara lain mengirimkan tentara di bawah bendera PBB.

15 April - 19 April 1961

Invasi Teluk Babi (di Kuba dikenal pula sebagai Playa Giron sesuai dengan pantai di Teluk Babi tempat pendaratan pasukan penyerbu) adalah sebuah pendaratan yang direncanakan dan didanai oleh Amerika Serikat dan dilakukan oleh orang-orang Kuba di pembuangan di Kuba barat daya untuk menggulingkan pemerintahan Fidel Castro pada 1961. Peristiwa ini menandai klimaks tindakan anti Kuba oleh AS. Invasi ini gagal total dan ternyata menjadi noda internasional bagi pemerintahan Kennedy.

1962

Krisis Rudal Kuba adalah sebuah krisis yang terjadi sebagai akibat dari Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Krisis ini mengungkap fakta bahwa Amerika Serikat telah mensponsori sebuah serangan ke Teluk Babi milik Kuba, sebuah negara komunis di Laut Karibia. Meskipun gagal, penyerbuan ini telah menimbulkan kemarahan Uni Soviet, sebagai pemimpin komunis dunia, maupun rakyat Kuba sendiri.

Pada bulan September 1962, Nikita Khruschev, Perdana Menteri Uni Soviet, menyatakan kepada Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy bahwa setiap serangan berikutnya terhadap Kuba akan dinilai sebagai tindakan perang. Tidak lama kemudian, Uni Soviet segera menempatkan rudal-rudal berukuran sedang yang dilengkapi dengan hulu ledak nuklir di Kuba. Pada tanggal 22 Oktober 1962, Kennedy muncul di muka publik dan menuntut Uni Soviet untuk menarik rudal-rudalnya atau AS akan menyerang Kuba. Maka, dimulailah minggu-minggu yang dikenal dengan sebutan Krisis Rudal Kuba ini.

1965

Gerakan 30 September atau disebut juga pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dipimpin oleh D.N. Aidit. Karena kedekatan Presiden RI Soekarno pada saat itu dengan D.N. Aidit, dan kecenderungan Soekarno ke ideologi Komunis, menguatkan dugaan adanya campur tangan AS dengan dinas intelijennya (CIA) dalam penggulingan kekuasaan Soekarno oleh Soeharto. Lihat perisiwa 1973, penggulingan Presiden Chili.

1973

Melalui Operasi Jakarta, presiden AS, Richard Nixon menggunakan CIA untuk membantu junta militer Chili dalam mengkudeta Presiden Salvador Allende yang beraliran sosialis – yang menang secara demokratis melalui pemilu – dan menaikan Wakil Panglima Angkatan Bersenjata Chile, Augusto Pinochet Agurte. Dia kemudian menjadi diktator Chili. Sekitar 3.000 orang Chili terbunuh selama masa pemerintahannya.

Kudeta yang dilakukan Pinochet terhadap Allende, bila dicermati amat mirip dengan yang diduga dilakukan Soeharto terhadap Soekarno yaitu setidaknya antara lain pada:

- Beredarnya dokumen yang meresahkan tentang perencanaan pembunuhan beberapa jenderal dan komandan-komandan militer. Hal itu selain terjadi di Chile (dokumen rencana ‘Z’) juga Indonesia (Beredarnya daftar pejabat AD yang akan dibunuh di kalangan tokoh-tokoh buruh, politisi dan elit militer Chili).

- Disebarnya isu yang menimbulkan keresahan dan ketidakstabilan poltitik dalam negeri. Di Chile masyarakat terutama serikat buruh militan dan jenderal-jenderal konservatif mendapat kiriman kartu-kartu kecil di mana tercetak kata-kata "Jakarta Se Acerca" (Jakarta Sudah Mendekat).

- Diduga sangat kuat kedua kudeta tersebut sama-sama di dukung CIA.

1957 - 1975

Perang Vietnam, juga disebut Perang Indochina Kedua, merupakan bagian dari Perang Dingin, di mana dua kubu yang saling berperang adalah Republik Vietnam (Vietnam Selatan) dan Republik Demokratik Vietnam (Vietnam Utara). Amerika Serikat, Korea Selatan, Thailand, Australia, Selandia Baru dan Filipina bersekutu dengan Vietnam Selatan, sedangkan USSR (Uni Sovyet) dan Tiongkok (RRC) mendukung Vietnam Utara yang merupakan negara komunis. Jumlah korban yang meninggal dari perang ini diperkirakan adalah 280.000 di pihak Selatan dan 1.000.000 di pihak Utara.

1975

Setelah 14 tahun perang gerilya untuk kemerdekaan, dan jatuhnya pemerintahan fasis Portugal oleh kudeta militer, partai nasionalis Angola mulai merundingkan kemerdekaan pada Januari 1975. Kemerdekaan akan dideklarasikan pada November 1975. Hampir segera, perang saudara pecah antara MPLA (Movimento Popular de Libertacao de Angola), UNITA (Uniao Nacional para a Independencia Total de Angola) dan FNLA (Frente Nacional de Libertacao de Angola) – tiga faksi utama di Angola – yang diperburuk oleh campur tangan asing. Pasukan Afrika Selatan bersekutu dengan UNITA dan menyerang Angola pada Agustus 1975 untuk memastikan bahwa di sana tidak ada gangguan (oleh negara Angola merdeka yang baru) di Namibia, yang saat itu masih di bawah pendudukan Afrika Selatan (Hodges, 2001, 11). Uni Soviet mulai membantu MPLA dan memberi banyak dukungan ekonomi, sedangkan pasukan Kuba datang untuk mendukung MPLA pada Oktober 1975, membuatnya bisa mengendalikan ibukota, Luanda, dan menjauhkan pasukan Afrika Selatan. MPLA mendeklarasikan diri untuk menjadi pemerintahan de facto atas negeri saat itu sedangkan secara resmi kemerdekaan diumumkan pada bulan November, dengan Agostinho Neto sebagai presiden pertama.

Pada 1976, FNLA dikalahkan oleh gabungan MPLA dan pasukan Kuba, meninggalkan UNITA (yang didukung oleh Amerika Serikat dan Afrika Selatan) dan MPLA yang Marxis berseteru untuk kekuasaan.

1976 – 1983

Nama Perang Kotor (dalam bahasa Spanyol: Guerra Sucia) seringkali digunakan khususnya untuk mengacu pada pembersihan terhadap warga negara pembangkang yang dilakukan antara 1976 dan 1983 oleh pemerintahan militer Jorge Rafael Videla di Argentina (pada apa yang disebut Proses Re-organisasi Nasional). Pada masa ini, pemerintahan junta yang dipimpin oleh Videla hingga 1981, kemudian oleh Roberto Viola dan Leopoldo Galtieri, bertanggung jawab atas penangkapan ilegal, penyiksaan, pembunuhan, atau penghilangan paksa atas sekitar 10.000 hingga 3.000 orang Argentina. Kejahatan-kejahatan ini adalah bagian dari suatu rencana terorisme negara yang lebih luas — hingga mencakup seluruh Amerika Selatan — yang disebut Operasi Burung Kondor, yang keberadaannya sekurang-kurangnya diketahui oleh Departemen Luar Negeri AS, yang dipimpin oleh Henry Kissinger di bawah Presiden Richard Nixon.

1983

Invasi Grenada, dinamai Operatsi Urgent Fury, adalah invasi Amerika Serikat dan sekutunya di Karibia ke Grenada sebagai respon dari deposisi dan eksekusi perdana Menteri Grenada, Maurice Bishop. Pada 25 Oktober 1983, Amerika Serikat, Saint Vincent dan Grenadines, Dominika, Barbados, Antigua dan Barbuda, Santa Lucia, dan Jamaika mendarat di Grenada, menaklukan perlawanan Grenada dan Kuba, lalu menurunkan pemerintahan militer Hudson Austin.

1983 – 1988

Amerika Serikat membantu persenjataan dan pelatihan gerilyawan Contra melawan pemerintahan sah di Nikaragua. Campur tangan AS ini kemudian diputuskan oleh Mahkamah Internasional – dalam kasus Republik Nikaragua melawan Amerika Serikat – telah melanggar hukum internasional dengan mendukung Contra guerrillas dalam perang melawan pemerintah sah Nikaragua. Pengadilan memutuskan bahwa AS telah melakukan pelanggaran hukum internasional untuk “tidak menggunakan kekerasan terhadap negara lain”, “tidak melakukan intervensi terhadap urusan negara lain”, “tidak melanggar kedaulatan negara lain”, “tidak mengganggu perdagangan damai maritim”, dan pelanggaran kewajibannya di bawah Pasal XIX dari Perjanjian Persahabatan, Perdagangan dan Navigasi antara pihak yang menandatangani di Managua pada tanggal 21 Januari 1956.

1979 - 1989

Perang Soviet-Afganistanmerupakan masa sembilan tahun di mana Uni Soviet berusaha mempertahankan pemerintahan Marxis Afganistan, yaitu Partai Demokrasi Rakyat Afganistan, menghadapi mujahidin Afganistan yang ingin menggulingkan pemerintahan. Uni Soviet mendukung pemerintahan Afganistan, sementara para mujahidin mendapat dukungan dari banyak negara, antara lain Amerika Serikat dan Pakistan.

Perang ini menggerogoti perekonomian Uni Sovyet, sehingga memiliki dampak yang sangat besar atas bubarnya Uni Soviet pada tahun 1991. Akibat perang ini lebih dari 1 juta orang Afganistan terbunuh. 5 juta orang Afganistan mengungsi ke Pakistan dan Iran, dan itu adalah 1/3 dari populasi Afganistan sebelum perang. 2 juta orang Afganistan lainnya dipaksa oleh perang untuk bermigrasi dari Afganistan. Pada tahun 1980, 1 dari 2 pengungsi di dunia adalah orang Afganistan.

1991

Bubarnya Uni Sovyet disebabkan oleh pemimpin terakhirnya, Mikhail Gorbachev, yang memulai semangat liberasasi politik dan ekonomi dengan tiga programnya yang terkenal, yakni program-programnya: glasnost (keterbukaan politik), perestroika (restrukturisasi ekonomi), dan uskoreniye (percepatan pembangunan ekonomi).

Upaya-upaya Gorbachev untuk merampingkan sistem komunis menawarkan harapan, namun akhirnya terbukti tidak dapat dikendalikan dan mengakibatkan serangkaian peristiwa yang akhirnya ditutup dengan pembubaran imperium Soviet. Kebijakan-kebijakan yang mulanya dimaksudkan sebagai alat untuk merangsang ekonomi Soviet, perestroika dan glasnost segera menimbulkan akibat-akibat yang tidak diharapkan.

Keruntuhan Uni Sovyet menandai berakhirnya Perang Dingin. Setelah itu beberapa negara yang dulunya komunis menjadi sekutu AS, seperti Hongaria, Polandia, dan Republik Czech menjadi anggota NATO, dan yang menjadi sekutu terdekat AS dalam “global war on terrorism” (GWOT), seperti Ukraina, Uzbekistan, dan Kyrgystan.

Hegemoni Amerika pasca Perang Dingin dan konspirasi terorisme

1992

Perubahan paradigma kebijakan luar negeri AS dimulai pada tahun 1992. Ketika itu, pada bulat Maret, sekumpulan pejabat penting pada masa pemerintahan George H. W. Bush (Bush senior) dimotori Dick Cheney dan Paul Wolfowitz mengeluarkan Draf Pedoman dan Rencana Pertahanan (Defence Planning Guidance Draft) yang mengharuskan dominasi militer dalam kebijakan AS di masa depan. Dokumen itu, yang di kemudian hari dinamai “Pentagon Paper” menganjurkan pre-emptive force untuk melindungi AS dari senjata pemusnah massal (WMD) serta melakukannya sendirian jika perlu. “Strategi kita (pascajatuhnya Uni Sovyet) harus difokuskan pada pemusnahan segala potensi timbulnya kompetitor global di masa depan” (New York Times, 08/03/1992).

1997

Langkah selanjutnya, di tahun 1997, Cheney, Wolfowitz, Donald Rumsfeld, dan I. Lewis Libby mengorganisasikan diri secara resmi dengan membentuk PNAC (newamericancentury.org). Anggota PNAC terdiri para politisi kanan Republik, Yahudi, intelektual, dan aktivis Christian Right. Zalmay Khalilzad, mantan duta besar AS untuk Afghanistan, yang sekarang menjadi duta besar AS untuk Irak, juga merupakan anggota PNAC.

PNAC merupakan revitalisasi dari serangkaian grup hawkish (penggemar perang) yang berebut pengaruh dengan kelompok antiperang Partai Demokrat di era 70-an. Grup-grup hawkish itu seperti Committee on the Present Danger (didirikan oleh sepasang suami istri, Midge Decter dan Norman Podhoretz) yang hadir di akhir 70-an dan Committee for the Free World (dirikan oleh Descter dan Rumsfeld).

2000

Sebuah dokumen yang berisi analis kontemporer AS dikeluarkan PNAC di bulan September 2000. Dokumen itu menegaskan kondisi AS yang harus “bermain sendirian” (no global rival) dan mengambil peran penting dalam menjaga perdamaian dan keamanan Eropa, Asia, dan Timur tengah. “Grand strategy Amerika harus diarahkan pada usaha memelihara dan mempertahankan posisi yang menguntungkan ini selama mungkin di masa depan” (Rebuilding America’s Defenses: Strategy, Forces and Resources for New Century, newamericancentury.org).

20 Januari 2001

George Walker Bush terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat ke-43 dan dilantik pada tanggal 20 Januari 2001. Bush yang memperoleh kemenangan setelah Mahkamah Agung memenangkannya dalam kasus Florida melawan capres Al-Gore, memberikan posisi-posisi kunci pada kaum hegemons (istilah yang dimunculkan oleh Daalder dan Lindsay dalam buku America Unbound: The Bush Revolution in Foreign Policy). Mereka itu adalah anggota PNAC, yakni Dick Cheney menjadi wakil presiden, Rumsfeld memperoleh kursi menteri pertahanan, dan Wolfowitz sekarang menjadi Presiden Bank Dunia setelah sebelumnya menjabat sebagai wakil menteri pertahanan. Selain itu Rize sempat sebagai penasehat keamanan nasional lalu menjadi menteri luar negeri, Douglas Feith di posisi bidang politik di bawah menteri pertahanan, Stephen Hadley menggantikan posisi Rize, I. Lewis Libby mengepalai seluruh staf wakil presiden, Daniel Pipes di unit khusus bidang teror dan teknologi pada departemen pertahanan dan mengepalai US Institute of Peace, Peter W. Rodman di posisi asisten menteri pertahanan untuk hubungan keamanan internasional, dan John D. Negroponte mengepalai Badan Keamanan Nasional (National Security Service, NSC). NSC merupakan muara semua badan intelejen AS, seperti CIA dan FBI. John Bolton, figur kontroversial, yang secara resmi menjadi Duta Besar AS untuk PBB per 1 Agustus lalu.

Mereka inilah yang dikatakan sebagai kelompok rahasia yang mengambil alih kebijakan luar negeri negara yang paling kuat di dunia atau sebuah grup ideologi yang sangat kecil namun menggunakan kekuasaan yang tidak semestinya untuk mencampuri hubungan AS dengan negara lain, membuat sebuah kerajaan dan membuang hukum internasional (Economist, 26/04/03).

11 September 2001 (9/11 WTC Attacks)

Serangan gedung World Trade Center (WTC) di New York, AS oleh teroris internasional dengan menabrakkan dua pesawat komersial yang dibajak. Tuduhan kemudian diarahkan kepada Al-Qaeda, organisasi teroris di bawah pimpinan Osama bin Laden, para mantan pejuang mujahidin Afghanistan – disebut oleh AS sebagai “our local friends”– yang dulu semasa perang pembebasan Afghanistan dari Uni Soviet yang komunis dilatih dan dipersenjatai oleh AS.

Serangan atas gedung WTC ini menandai dimulainya perlawanan global terhadap terorisme oleh AS, dan merupakan sebuah konspirasi, terkait upaya AS tetap menanamkan pengaruhnya di dunia (lihat perubahan paradigma kebijakan luar negeri AS sejak tahun 1992), dalam rangka perluasan jaringan ekonominya terutama perusahaan-perusahaan eksplorasi minyak, teknologi komunikasi dan informasi, serta penanaman modal (pinjaman luar negeri) kepada negara-negara dunia ketiga.

Dengan alasan telah melindungi Osamah bin Laden – pelaku teror penyerangan gedung WTC – pemerintahan Taliban yang berkuasa di Afghanistan sejak 1996 digulingkan pada tahun 2001 oleh AS. Adanya pemerintahan Taliban yang menggunakan hukum-hukum Islam secara keras di Afghanistan, dan perjuangan faksi-faksi Islam garis keras lainnya di dunia seperti suku Pattani di Thailand, suku Moro di Filipina, suku Tamil di India dan lain-lain merupakan salah satu alasan AS menciptakan isu terorisme sebagai upaya legalisasi perang melawannya.

Kegaduhan Para Hedonis

♠ Posted by Aryni Ayu in
Berbohong, bersilat lidah, mencaci maki para oposisinya, dan berdalih “Hanya kami yang memiliki otak disini, dan kaki hanya berhak menjalankan perintah” Inilah bentuk kegaduhan kaum hedonis, bagaimana jika kerajaan ini dimusnahkan saja?

Tak ada seorang pun yang tahu bagaimana jadinya negeri ini saat para hedonis berkeliaran bak tikus – tikus got kelaparan, mencari makan kesana kemari. Begitu buta hingga dirinya tak tahu apakah makanan itu legal atau sekedar ‘masturbasi’, menyenangkan diri sendiri. Mereka beranak pinak menghasilkan satu klan hedonis. Segerombol keluarga miskin berwajah kaya dan gila hormat. Menghalalkan segala jalan dengan kegaduhannya.

Bahkan tikus pun mulai gaduh! Saat rakyat melihat pemberitaan di televisi, akan terlihat kaca benggala besar perpolitikan Indonesia. Pejabat berbicara dari media satu ke media lainnya. Berdebat, tertawa terbahak – bahak, bersikukuh ‘benar’ saat tersangkut kasus korupsi kolusi dan nepotisme, bahkan berlagak hebat ketika dirinya bersalah. Jika itu terbukti benar, maka surat rekayasa sakit pun dilayangkan kepada pihak peradilan “Pak Bu, saya ijin ke Singapura dulu untuk mencari surat sakit, kalau kasus sudah reda saya akan kembali ke Indonesia”. Otak macam apa sebenarnya yang dimiliki oleh orang – orang ini? Mencela, saling tuding, berbohong, serta membuat program kerja ala ‘kadarnya’ untuk rakyat dengan keuntungan semaksimal mungkin. Mengotak – atik gadget saat rapat besar milik rakyat sedang diselenggarakan di rumah kolot bernama “Dewan Perwakilan Rakyat”. Kelas atas senang, kaum akar rumput sengsara. Ini adalah bukti kegaduhan! Mungkin pantas bila negeri ini berganti nama menjadi negeri Hedonis!

Bila Bung Karno hidup di zaman yang kian menglobal seperti sekarang, mungkin dia akan mengetikan sebuah sms kepada Bung Hatta “Bung, bagaimana rakyat Indonesia hari ini? Pancasila yang saya gali dengan basis kegotongroyongan kini kian luntur, sungguh saya ingin mengusir para kaum hedonis itu seperti saya melawan para petinggi Belanda.” Maka Bung Hatta pun membalas “Benar bung, penyakit ini nyatanya mulai menular di kalangan muda. Perpolitikan yang mereka bangun memiliki syarat tetap ‘hedonis’, dan merugikan banyak pihak. Entah racun jenis apa yang hinggap di kepala mereka!”

Andai kedua rekan ini juga tahu bahwa gagasan – gagasan yang mereka persembahkan untuk Indonesia mulai detik ini harus disatu padukan dengan kesenangan pribadi, alias Hedonisme. Pastilah akan sangat kecewa, menyesali kegotongroyongan yang dulu sempat diangkatnya sebagai indentitas dan etnisitas bangsa Indonesia, kini terlihat samar – samar. Mari kita tengok sekilas perpolitikkan Indonesia di kalangan mahasiswa! Sudah hedonisme kah?

Sebut saja klan (keluarga) Hedonis “X” di fakultas “Y” salah satu universitas ternama di kotanya. Keluarga besar ini terlihat berjaya, angkuh, dan berwibawa di salah satu organisasi mahasiswa. Memerintahkan A, B, C, dan D kepada segenap mahasiswa lain yang dianggapnya perlu untuk diperintah. JIka dianalogikan, antara bangsawan dan bawahan terdapat sekat tebal yang membatasi hak dan kewajiban. Kaum akar rumput harus dan siap untuk disetir misi hedonisme pemimpinnya. Tak ada yang boleh beropini sedikit pun tentang tindakan mereka, bahkan kotak kesengsaraan kebebasan mulai dibangun oleh orang – orang tak tahu malu ini. Bila berani menentang, maka tak segan – segan para kaum hedonis ini bertindak memalukan. Berbohong, bersilat lidah, mencaci maki para oposisinya, dan berdalih “Hanya kami yang memiliki otak disini, dan kaki hanya berhak menjalankan perintah” Inilah bentuk kegaduhan kaum hedonis, bagaimana jika kerajaan ini dimusnahkan saja?

Bahkan saat organisasi mahasiswa yang bergerak di bidang Jurnalistik mulai berani menunjukkan prestise bahwa mereka cukup ‘independen’ dan ‘layak’ untuk mendapatkan hak – haknya, keluarga hedonis pun terlihat khawatir. Pasalnya, sejak tahun 2005 hingga hari ini, sebut saja Pers Mahasiswa “PP”. Kebebasan pers yang dimiliki oleh organisasi tersebut berada dibawah kepentingan kaum hedonis. Dengan dalih X, Y, dan Z, orang – orang tak berotak ini merekayasa segala kegiatan yang ada di didalamnya. Pers tak lagi terlihat independen, melainkan lebih terlihat sebagai pajangan dalam etalase Pers Mahasiswa.

Secara lebih spesifik, pernah di suatu waktu pers mahasiswa “PP” ingin mereforma keanggotaannya, mencoba bangkit dari keterpurukan, tak ayal monster besar pun menghadang. Lagi – lagi keluarga hedonis yang benar – benar tidak memiliki otak tersebut kembali dan mencoba mengacaukan segalanya. Degradasi etika kesopanan bahkan menjadi penyakit serius dalam tubuh kaum hedonis.


Lihat saja saat dua orang mahasiswa pers “PP” menjadi juri artikel dalam kegiatan P2MABA, salah satu kaum hedonis berkata “Apakah kalian bisa menilai?” Apakah pantas kalimat seperti ini diucapkan kepada seorang “juri”? melihat definisi dari ‘juri’ itu sendiri adalah orang – orang yang dipercaya mampu dan memiliki kualitas lebih dalam menilai suatu bidang kajian. Melihat fakta seperti ini, kaum hedonis bukannya tak pintar, melainkan hanya tak punya otak saja. Sungguh kasihan sebenarnya mereka, jika nantinya harus terus – menerus malu dalam wajah kaya tapi miskin.

Ada Rapat Besar Tahunan yang akan diselenggarakan pada tanggal 19 – 20 November 2011 oleh anggota “PP” terkait reformasi. Dan bisa ditebak, kaum hedonis ini tiba – tiba datang dan ingin menghacurkan semuanya. Dari ketetapan tanggal yang sudah di acc oleh pihak fakultas, sampai ke titik acara yang kemungkinan besar mereka akan terlibat didalamnya. Sudah ada rencana besar yang mereka desain untuk kembali memegang setir kepemimpinan. Benar – benar Kegaduhan Para Hedonis!

Tak ada noktah dalam kamus kaum hedonis. Ketika para anggota “PP” mencoba mempromosikan dan mengembalikan nama besar organisasi jurnalistiknya, niat itu pun digadang oleh segenap keluarga hedonis.

Mereka terus menerus ada diantara kami. Kami terus diawasi seolah – olah ada kotak yang tak memperbolehkan ke – independen-an sebuah PERS!!

Peran Blogger, Katalisator Menuju Komunitas ASEAN 2015

♠ Posted by Aryni Ayu in
Kaleidoskop kerjasama ASEAN semakin kompleks saat deklarasi komunitas blogger ASEAN mulai dibentuk tertanggal 10 Mei 2011. Berangkat dari potret kecil seperti ini, peran besar Indonesia melalui kerjasama ASEAN kembali ditampilkan. Peran blogger sebagai katalisator menuju Komunitas ASEAN 2015 mulai dibangun. Keluar, membangun arsitektur keamanan dan lingkar kestabilan wawasan, dalam istilah Menlu RI Marty Natalegawa adalah dynamic equilibrium yang bermanfaat bagi kerjasama regional. Adapun kedalam, skala nasional membuat peran blogger sebagai mediator nantinya mampu membawa ASEAN dalam penciptaan iklim perubahan pada konteks demokratisasi dan HAM, pembangunan ekonomi, serta peningkatan kemakmuran masyarakat bagi 10 anggotanya dalam program kegiatan yang memasyarakat (pro – people dan people – oriented).

Berangkat dari sebongkah kegiatan yang memasyarakat “People – Oriented”, blogger diharapkan mampu menterjemahkan terminology ASEAN kepada masyarakat high – class hingga grass – roots. Karena di empat tahun kedepan, memasuki komunitas ASEAN 2015, secara internal dituntut untuk segera melakukan berbagai akselerasi kesepakatan baru piagam ASEAN, ASEAN connectivity, dan tiga pilar komunitas ASEAN. Adapun secara eksternal, menyiapkan fase beyond ASEAN Community menyumbangkan peran di tingkat global. Komunitas ASEAN di 11 negara anggota (termasuk nanti Timor Leste) mampu memberikan kestabilan dan warna perubahan, juga kemajuan. Sentralitas ASEAN dalam mendefinisikan dan memaknai dinamika perubahan politik, ekonomi, social, dan budaya di kawasan. ASEAN sebagai promoter kemajuan di tengah kestabilan kawasan merajut noodle bowl theory, saling silang ramainya kerjasama dan perkaitan setiap kepentingan nasional anggota.

ASEAN selama ini cukup membuktikan diri mampu mengelola kehadiran negara besar A.S, Rusia, India, maupun China dalam konteks East Asia Summit (EAS). ASEAN juga mampu mengelola ancaman instabilitas di Asia Pasifik, dari titik persoalan konflik di Sumenanjung Korea hingga Laut China Selatan. ASEAN telah menciptakan prestasi dan perubahan yang amat berarti bagi seantero kawasan karena mampu menciptakan keamanan dan kestabilan lebih dari 43 tahun. Tidak ada negara anggota yang harus berperang melawan kekuatan asing. Bahkan ASEAN mampu mengelola potensi bantuan dan kerjasama ekonomi dengan negara mitra wicara. Puluhan negara maju membantu pembangunan di kawasan atau setiap negara anggota, dan hingga saat ini, sekurangnya 40 negara menempatkan wakilnya setingkat Duta Besar di Sekretariat ASEAN di Jakarta. Indonesia memiliki posisi unik. Mantan Sekjen ASEAN, Solverino, menyebutkan bahwa kerjasama ASEAN bertahan dan bisa berjalan akur, relative mulus di tengah kemajuan dan persoalan kecil di sana – sini, karena posisi kepemimpinan Indonesia yang tidak pernah terasa mendominasi sekalipun cukup dominan.

Sekjen ASEAN, Dr. Surin Pitsuwan, seusai bertemu dengan Presiden RI dan jajaran cabinet di Istana Presiden pada 17 Desember 2010, mengatakan bahwa Indonesia mempunyai bobot, kredibilitas, dan kemampuan global untuk merebut perhatian dan dukungan global, guna mewujudkan komunitas ASEAN 2015. Di tengah potret kemajuan ASEAN, yang harus kita akui tantangan terbesar ASEAN sebagai agen perubahan adalah tataran domestic. Gagasan perubahan yang digelindingkan di tingkat ASEAN dimaknai masih amat beragam di banyak negara anggota. Penafsiran dan makna proses demokratisasi baik di Myanmar, Singapura, ataupun Malaysia, misalnya, terasa amat berada. Bukan hal yang baru jika masyarakat dan pemerintah di tiga negara itu berbeda pandangan mengenai tata kelola pemerintah sendiri.

Merangkul seluas – luasnya peran para pemangku kepentingan berikut sosialisasi kepada public domestic mengenai program dan proyek – proyek Komunitas ASEAN adalah kunci untuk mendekatkan Komunitas ASEAN kepada public. Termasuk melalui komunikator online, blogger akan memegang perannya sebagai mitra wicara pemerintah selaku pemegang otoritas. Blogger secara proaktif mensosialisasikan kebijakan – kebijakan pemerintah dari nama besar ASEAN kepada rakyat. Sehingga, konstituen dan para pemangku kepentingan di tataran domestic itu semakin merasa memiliki ASEAN. Indonesia, dibawah Menlu Marty Natalegawa, sebagaimana komitmen sejak awal, menyadari untuk terus mengelola pluralitas, bertambahnya actor dalam peta kerjasama antarnegara mampu dalam memberi makna bagi perubahan ini.

Otoritas blogger untuk komunikasi politik, akan menunjukkan sebuah fakta bahwa kita mampu mengelola secara sinergis dan komplementer perbedaan yang ada, sehingga memberi kontribusi yang besar bagi proses membangun rasa kekitaan (we feeling). Perluasan dan pendalaman kualitas kerjasama ASEAN dengan blogger sebagai mitra wicara, pada gilirannya, harus mampu menciptakan kebersamaan dalam persaudaraan, tidak lagi menghadapi rasa saling curiga warga ASEAN sendiri. Optimisme ini pada gilirannya berkontribusi besar untuk menstimulasi gagasan – gagasan para blogger bahwa warga ASEAN pasca 2015, hanya berhadapan dengan warga non – ASEAN.

Komunitas ASEAN 2015 : Keunggulan atau Kemunduran
Menurut perspektif blogger, Komunitas ASEAN 2015 adalah kata lain bagi perubahan, dan hanya dalam empat tahun kedepan kita harus tampil dengan penuh keunggulan atau kemunduran. Dibutuhkan peran blogger selaku katalisator dalam mengkomunikasikan Komunitas ASEAN 2015 kepada masyarakat. Tantangan ASEAN kedepan adalah mewujudkan perubahan yang berarti bagi kehidupan keseharian masyarakat. Sementara kehidupan kemasyarakatan baru di kawasan akan memberi ruang menyatunya aktivitas ekonomi, bisnis, dan banyak kegiatan lain dari negara tetangga yang mungkin menggeser dominasi penduduk setempat, mengakibatkan tersisih dan akhirnya berbalik memandang ASEAN negative. ASEAN, sebagai organ kerjasama regional memang dimaksudkan untuk membangun kerjasama di kawasan, dan tidak semata dibentuk untuk menyelesaikan persoalan bilateral yang muncul diantara negara anggota. Penyelesaian masalah geostrategis, masalah perbatasan (darat dan laut) diantara anggota, akan memberi sumbangan yang amat besar terhadap kiprah ASEAN. Aspek bilateral memperkuat landasan kerjasama regional ASEAN. Disinilah peran blogger selaku katalisator berperan sebagai mediasi secara aktif turut andil melalui tulisan – tulisan cerdasnya terkait dengan penyelesaian masalah, serta penguatan kerjasama regional ASEAN turut memberi andil untuk mengkomunikasikan kompleksitas tersebut kepada masyarakat, menyambut nama besar Komunitas ASEAN 2015.

Sekalipun benturan persoalan yang muncul melekat pada aspek identitas kebangsaan dan perbesaan kepentingan nasional, sejauh ini dapat dibendung dan dikelola sehingga eskalasinya tidak meluas, menempatkan para pihak yang berseteru untuk tidak saling mengerahkan pasukan bersenjata menduduki wilayah lain dan mengotori kawasan damai, bebas senjata nuklir, maupun kawasan bebas perang ini.

Di sisi lain, persaingan bisnis di tengah penyatuan ekonomi kawasan sekalipun bisa membuka perselisihan, tidak akan menghadapkan para pihak yang berselisih, menggunakan jalan non – diplomatic. Kompetensi ekonomi akan meningkat. Permintaan dan pasokan bahan baku, energy, dan bahan pangan akan menjadi isu dalam mengelola kawasan di tengah persaingan global ini. Oleh karena itu, blogger diharap mampu menuliskan terobosan – terobosan cerdas menghadapi jaringan pasar yang semakin menglobal. Banyak sector yang belum digarap dan disinilah blogger akan berperan menuju Komunitas ASEAN 2015.

Dalam tulisan ala blogger, Komunitas ASEAN 2015 adalah warga ASEAN yang cukup sandang pangan, cukup lapangan kerja, pengangguran kecil, pendidikan di segala tingkatan murah, kersehatan terjangkau dengan kualitas maju. Tingkat kemiskinan harus berangsur berkurang melalui upaya penanggulangan kemiskinan yang kongkrit.

Masyarakat ASEAN bosan dan muak, terlalu lama harus terus menderita, berkorban dan tetap miskin!

Sikap ini adalah tantangan terbesar bagi banyak pemerintahan di negara ASEAN. Sementara segelintir warga berpenghasilan amat menakjubkan di tengah maraknya korupsi! Komplektisitas persoalan sehari – hari meningkat dan Komunitas ASEAN harus mampu menjembatani dan menyelasaikan persoalan hidup keseharian para warga ASEAN melalui peran blogger yang nantinya berkreasi untuk melakukan upaya – upaya penyelesaian bersifat konstruktif sebagai katalisator perwujudan kebijakan pemerintah.

Komunitas ASEAN 2015 yang membumi dan dimiliki masyarakat jika ia mampu membantu menyelesaikan komplektisitas kehidupan kesehariannya menuju kehidupan yang lebih baik. Tentu dengan melibatkan peran blogger sebagai media sosialisasi, peran control atas kebijakan – kebijakan pemerintah, pihak yang bersedia sebagai mediasi saat terjadi gesekan - gesekan didalam masyarakat, serta fungsi dan peran blogger sebagai akselerator yang nantinya mampu menuliskan berbagai tulisan – tulisan berisi terobosan dan ide – ide cerdas bagi masyarakat di banyak sector, guna mewujudkan nama besar sebuah Komunitas ASEAN 2015, bravo Blogger Indonesia!

ASEAN Blogger

ASEAN Blogger

ASEAN Blogger

Walkin the Street

♠ Posted by Aryni Ayu in
Walkin on the Street

Haute Hippie leather dress
€998 - unger-fashion.com

Elie Saab sequin blazer
$3,404 - boutique1.com

Olsenboye high heels
$40 - jcpenney.com

Christian Louboutin high heels
$895 - shopsavannahs.com

Reed Krakoff leather tote
$1,090 - net-a-porter.com

Wool hat
$50 - topshop.com

Viktor & Rolf Flowerbomb Extreme 50ml
£68 - harveynichols.com

Linea Dark pink king peony
£12 - houseoffraser.co.uk

SiLver Queen

♠ Posted by Aryni Ayu in
Silver Queen

Biba slouchy top
£39 - houseoffraser.co.uk

Camisole top
$20 - tillys.com

Faux fur cropped jacket
$440 - aliceandolivia.com

T by Alexander Wang ruched skirt
$135 - net-a-porter.com

Forever21 ankle booties
£17 - canada.forever21.com

Christian Louboutin platform high heels
$895 - shopsavannahs.com

See by Chloe red wallet
£65 - liberty.co.uk

Gucci leather clutch
£495 - flannelsfashion.com

Ring
$20 - pyramidcollection.com

Vanessa Mooney layered chain necklace
$135 - calypsostbarth.com

Diane Kordas rose gold ring
$5,555 - net-a-porter.com

Kara by Kara Ross enamel necklace
$143 - couturecandy.com

L'Artisan Parfumeur Al Oudh
$155 - barneys.com

Mewujudkan Pendidikan Berkualitas

♠ Posted by Aryni Ayu in


BENARKAH pendidikan di Tanah Air belum berkualitas? Pertanyaan sederhana itu cukup tepat guna mengawali perbincangan kondisi pendidikan Indonesia terkini. Memang diakui, pendidikan kita masih dilingkupi banyak persoalan. Secara umum, dikatakan pendidikan kita mengalami penurunan kualitas. Hal itu terlihat dari menurunnya kualitas dan penghargaan terhadap riset, serta penurunan kualitas sumber daya manusia.

Seperti disinggung Prof Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Jakarta), potret penurunan kualitas pendidikan tidak lepas dari sejarah. Yakni, ketika bangsa Indonesia kehilangan momentum penting guna membangun dunia pendidikannya. Setelah merdeka, Indonesia sibuk dengan persoalan politik.

Padahal, di negara lain, seperti Jepang, selepas perang justru dimanfaatkan guna membangun sistem pendidikannya, terutama kualitas para gurunya.
Di tataran itu, kita bisa katakan kebijakan politik telah menjadi penyebab menurunnya kualitas pendidikan. Jelasnya, pada masa Orde Baru (Orba), hal penting yang lebih diperhatikan ialah eksploitasi sumber daya alam (SDA) ketimbang pembangunan intelektual melalui pendidikan. Akibatnya, pendidikan Indonesia kurang diperhatikan. Pada gilirannya, kelak terjadi pula kemandekan (stagnasi) pemikiran pendidikan.

Mandeknya pemikiran tersebut disebabkan banyak faktor. Di antaranya, karena pemikiran-pemikiran yang berasal dari Barat lebih dikedepankan, baik dalam pembuatan kebijakan maupun praktik pendidikan. Misalnya, penerapan paradigma belajar yang lebih memusat ke guru (teacher center learning), padahal dalam Ki Hadjar Dewantara telah dikenal konsep guru yang ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.

Selama ini, disadari atau tidak, pemikiran-pemikiran pendidikan dari budaya Timur tidak kita perhatikan. Ironisnya, kita justru bangga dengan menerima barang jadi dari Amerika, Eropa, atau Australia. Padahal, pemikiran-pemikiran dari budaya Timur, seperti Ki Hadjar Dewantara (Taman Siswa-Yogyakarta), Mohammad Sjafei (INS Kayutanam-Padang), KH Imam Zarkasyi (Pondok Modern Gontor-Ponorogo), atau lainnya cukup bagus.

Itu terbukti bahwa UNESCO kini justru mulai memakai pemikiran-pemikiran seperti yang digagas-bangun Ki Hadjar atau Sjafei. Untuk itulah, tanpa adanya keberpihakan politik (political will), pemikiran dari tokoh-tokoh lokal ataupun ide-ide pendidikan yang bersumber dari khasanah budaya sendiri tidak mungkin berkembang. Jika hal itu tidak direspon, kelak fenomena kemandekan pemikiran pendidikan masih terjadi di masa-masa mendatang.

Mengutip pendapat Bedjo Sujanto (2006), gagasan-gagasan orisinal dalam pendidikan sebenarnya terus bermunculan, termasuk dalam wujud sekolah-sekolah alternatif. Akan tetapi, eksperimen tersebut tidak bisa berkembang menjadi pemikiran pendidikan karena keberadaan mereka belum diterima dengan lapang dada. Itu terbukti dari masih minimnya perhatian pemerintah daerah terhadap sekolah-sekolah alternatif.

Padahal, sekolah-sekolah tersebut cenderung lebih bisa memberdayakan masyarakat kelas bawah ketimbang sekolah-sekolah formal. Dengan segala upayanya, para pengelola sekolah-sekolah alternatif berusaha sedemikian rupa, agar pendidikan bisa terjangkau bagi semua kalangan. Pasalnya, tidak semua anak-anak merasa nyaman belajar di sekolah formal. Untuk itulah, akan sangat baik jika pemerintah mulai memperhatikannya.

Apalagi sejak Peraturan Pemerintah (PP) tentang Wajib Belajar itu terbit, pemerintah pusat maupun daerah dituntut harus mampu memberikan perhatian selain pendidikan formal, yakni pendidikan informal dan nonformal. Dalam hal ini, pendidikan seyogianya juga melibatkan pihak keluarga dan masyarakat. Dalam pandangan Ki Hadjar Dewantara, pendidikan itu bersifat terbuka dan komponen pelaksananya ialah sekolah, keluarga, dan masyarakat.

Ketiganya, pada hemat saya, perlu bersinergi dalam membenahi kondisi pendidikan yang belakangan sudah melenceng dari jalur idealnya. Betapa tidak, saat ini masyarakat cenderung melimpahkan tugas mendidik anak-anak kepada pihak sekolah. Padahal, pihak sekolah (dalam hal ini guru di kelas) tidak sepenuhnya sanggup melaksanakan tugas tersebut. Kondisi yang demikian, jelas pada umumnya sangat merugikan pihak sekolah.

Idealnya, pendidikan di sekolah berjalan efektif; dan pada gilirannya akan menciptakan kondisi pembelajaran kreatif. Murid akan aktif dan guru menjadi fasilitator. Adapun sumber belajar tak lagi terbatas pada buku pelajaran atau hanya di dalam ruang kelas. Kelak, dengan pola tersebut diharapkan terjadi proses produksi pengetahuan sehingga prinsip penyelenggaraan pendidikan yang membaharui seperti diatur dalam UU Sisdiknas, dapat terlaksana.

Namun, kondisi objektif berkata lain. Meskipun berkali-kali ganti kurikulum, pendidikan kita masih terjebak pada fakta lama, bukan fakta baru. Maksudnya, konsep penguasaan yang dibidik pendidikan kita masih mengacu pada temuan pakar terdahulu. Sementara penemuan fakta baru yang sesungguhnya lebih bisa membuat siswa menjadi kreatif tidak digunakan. Akibatnya, mutu pendidikan cenderung menurun dan menurun.

Ironis, konsep tersebut masih banyak diterapkan hingga saat ini, sejak dari jenjang pendidikan dasar (SD-SMP) hingga perguruan tinggi (PT). Suatu konsep di mana siswa (juga mahasiswa) terus dimasuki berbagai ilmu tanpa berusaha mengajak mereka mencari sesuatu yang baru. Dalam filsafat kuno, siswa (juga mahasiswa) lebih banyak diberikan ikan ketimbang kail. Akibatnya, mereka cenderung pasif dan menunggu tambahan ilmu dari guru (juga dosen).

Jika demikian halnya, tugas untuk mengubah konsep pendidikan dari yang semula tradisional menjadi modern ialah menjadi kewajiban semua pihak. Guru menjadi faktor penggerak utama, yakni dengan menjadi inspirator bagi siswanya. Ini sulit karena guru-guru kita sudah terbiasa patuh pada aneka peraturan, seperti juklak (petunjuk pelaksanaan) dan juknis (petunjuk teknis). Bagaimanapun, guru tetap perlu didorong untuk melakukan perubahan tersebut.

Dengan begitu, kualitas pendidikan di Tanah Air perlahan namun pasti akan menjadi lebih baik. Jika pemerintah memang memiliki komitmen, segeralah wujudkan komitmen itu dalam bentuk strategi ekstrem yang lebih mengedepankan proses dan perbaikan infrastruktur. Program pendidikan gratis dan peningkatan kesejahteraan guru ialah salah satu contohnya. Keduanya amat penting dalam mewujudkan kualitas pendidikan kita saat ini.

Kemerdekaan Indonesia, Harga Diri yang Tak Boleh Mati!

♠ Posted by Aryni Ayu in

Bawalah harga diri Indonesia sebesar mungkin ke hadapan negara adidaya! sikapi kemunduran bangsa ini dengan tindakan – tindakan yang kian positif, bukan hanya berkicau di ruang kosong tanpa ada solusi sedikitpun. Talk less do more!

Pemberitaan Indonesia belum sepenuhnya bersih dari kasus – kasus kleptokrasi! Ada Nazaruddin yang masih menyimpan sejuta rahasia walau rakyat telah bertepuk tangan atas kondisinya yang kini semakin merana setelah berhasil dipulangkan kembali ke Indonesia, adapula kasus – kasus korupsi yang belum terungkap, masih dibiarkan menjadi semakin besar saat rakyat sedang teralih oleh isu – isu tertentu. Namun ada segelintir berita yang menggembirakan, bahwa Indonesia tergolong dalam 4 besar negara berkembang tercepat perekonomiannya dalam pembentukan Masterplan Internasional tertanggal 11 Maret 2011. Para koruptor di bilik – bilik jeruji besi juga boleh tersenyum sesaat karena di hari ini, tepatnya saat Indonesia mereyakan hari Ulang Tahun yang ke – 66, mereka mendapat remisi pembebasan bersyarat dari pemerintah. Ya, semoga saja dapat menambah rasa patriotisme diantara ahli korupsi itu.

Sore ini, Sang Saka Merah Putih telah diturunkan oleh segenap pasukan 17, pasukan 8, dan pasukan 45 dalam balutan suasana upacara penuh khimad di Istana Negara. Presiden ke – 8 kita secara perspektif sejarah, Susilo Bambang Yudono beserta staf kenegaraan duduk bersama menyaksikan upacara peringatan Kemerdekaan Indonesia ke – 66. Tertanggal 17 Agustus 2011, tepat 66 tahun setelah Indonesia berhasil memekikan kata ‘merdeka’ di telinga dunia, membuktikan kepada pihak – pihak imperialis ataupun kepada pihak – pihak yang masih terjajah bahwa kami sebagai bangsa Indonesia, adalah bangsa yang kuat, dan tak butuh belas kasihan dari Portugis, Belanda, Jepang ataupun Amerika untuk memerdekakan rakyat kami. ‘Kemerdekaan Indonesia haruslah 100 % tanpa campur tangan pihak penjajah!’ pekik Tan Malaka dalam rekaman sejarahnya, dia rela perjuangan yang dia gapai harus berhenti ditangan rakyat Indonesia sendiri saat dirinya dituduh sebagai seorang komunis. Hal ini dilakukan demi satu hal, ingatlah bahwa Harga Diri Bangsa tak boleh Mati!

Dalam kepingan sejarah selanjutnya, tercatat dua bulan sebelum kemerdekaan Indonesia terucap, pemuda - pemudi revolusioner seumuran kita, berani memperjuangkan seluruh kemampuannya untuk membakar semangat rakyat tentang kemerdekaan melalui beberapa stasiun radio milik Jepang. Yang kala itu memang sangat sulit dan ketat untuk menyalurkan berbagai angan – angan tentang ‘kemerdekaan’. Bahkan Presiden Soekarno sebagai orang pertama yang mengucapkan proklamasi kemerdekaan di Jalan Pegangsaan Timur 56 sekitar pukul 12 siang, rela menjadi abu dari sebuah revolusi yang pasti akan terjadi setelah kata ‘kemerdekaan’ terucap di bumi tanah air Indonesia. Panglima Sudirman yang rela penyakit kronisnya semakin parah saat harus memimpin pertempuran melawan Agresi Militer Belanda II di tahun 1948, serta Moh. Hatta yang rela meletakkan jabatan wakil presidennya di tahun 1956 karena beranggapan bahwa kepemimpinan adalah sebuah amanah, bukanlah kekuasaan yang harus terus dipegang layaknya system pemerintahan sekarang.

Kesemuanya tersebut adalah beberapa kepingan – kepingan sejarah yang selayaknya harus diingat, dihargai secara penuh, dan diisi perjuangannya dengan optimisme sebagai segerombolan generasi muda yang memiliki tanggung jawab besar untuk memajukan bangsa Indonesia apapun konsekuensinya. Bukan hanya sebuah celaan, sindiran, ataupun rasa ketidakpuasan yang banyak terlontar oleh segelintir kalangan muda melalui dunia maya dan dunia nyata atas semakin mundurnya negara kita akibat maraknya tindakan – tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme yang menandakan bahwa mental para pemimpin kita kian turun ke jurang degradasi. Namun bawalah harga diri Indonesia sebesar mungkin ke hadapan negara adidaya! sikapi kemunduran bangsa ini dengan tindakan – tindakan yang kian positif, bukan hanya berkicau di ruang kosong tanpa ada solusi sedikitpun. Talk less do more!

Mungkin juga terlontar pertanyaan besar mengenai kemerdekaan Indonesia, banyak pihak bahkan para generasi muda yang mempertanyakan benarkah Indonesia sudah benar – benar merdeka? nyatanya, negara ini masih begitu miskin untuk menghadapi dan menjawab berbagai tantangan globalisasi yang kian kompleks. Apalagi saat bangsa ini tersangkut problematika serius dengan negara – negara tetangga yang dinilai telah mematikan harga diri bangsa, pantaskah jika bangsa ini disebut – sebut sebagai negara yang telah merdeka?

Sebagai seorang pemudi yang mencoba bersikap proaktif dan provokatif atas berbagai komplekstisitas permasalahan yang terjadi di hampir semua lini kehidupan bangsa Indonesia, maka ijikanlah saya untuk menjelaskan pertanyaan tersebut berdasarkan analisis sejarah.

Indonesia telah memulai perjuangan hidupnya sejak beratus – ratus tahun lalu, bahkan saat seorang diantara mereka masih belum mengetahui bahwa mereka hidup di negara yang bernama “Indonesia’ sekalipun, tepatnya di pertengahan abad – 15, filosofi hidup mereka telah menyatu dalam sebuah Pancasila. Ketuhanan, kemanusiaan, dan sikap gotong royong yang terpancar jelas dalam tindakan rakyat di masa kerajaan, hingga dipertengahan jalan pada akhirnya mampu menyadarkan rakyat untuk mengenal identitas bangsa mereka yang sebenarnya. Apakah mereka berasal dari negeri Sumatera, negeri Jawa, Negeri Sulawesi, dan Negeri – negeri lainnya? Secara berangsur – angsur pertanyaan ini pun menghilang setelah mereka mengerti bahwa negara – negara lain ingin merebut dan memecah belah bangsa mereka, yaitu bangsa Indonesia. Penjajahan yang berlangsung selama beratus – ratus tahun lamanya bukanlah salah para generasi terdahulu, karena mereka telah berhasil memperbaikinya di tanggal 17 Agustus 1945, saat proklamasi Kemerdekaan pertama kali diikrarkan.

Kesalahan terbesar terletak pada generasi hari ini. Mental terjajah yang senantiasa melekat dalam opini publik bukannya segera ditangani, tetapi malah dijadikan akar untuk memperkaya kepentingan pribadi. ‘Kemerdekaan’ adalah sebuah perjuangan, dan perjuangan tersebut harus diteruskan melalui sebuah ‘Revolusi’. Revolusi bukan hanya terjadi di medan perang, tapi perjuangan ‘Kemerdekaan Indonesia’ itu sendiri untuk menjawab tantangan di era globalisasi adalah sebuah bentuk ‘Revolusi’.

Revolusi masih berjalan bung! Dan Kemerdekaan adalah Harga Diri yang Tak boleh Mati! Jangan hanya bernyanyi sumbang diatas keterpurukan yang tengah terjadi pada bangsa Indonesia, tapi berbuatlah sesuatu yang berguna untuk Indonesia! Ingat, semakin kita tak mampu berbuat lebih dalam menjawab tantangan global, semakin harga diri bangsa mati!