Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia

♠ Posted by Aryni Ayu in


Agama Islam merupakan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Agama ini lahir salah satunya sebagai reaksi atas rendahnya moral manusia pada saat itu. Manusia pada saat itu hidup dalam keadaan moral yang rendah dan kebodohan (jahiliah). Mereka sudah tidak lagi mengindahkan ajaran-ajaran nabi-nabi sebelumnya. Hal itu menyebabkan manusia berada pada titik terendah. Penyembahan berhala, pembunuhan, perzinahan, dan tindakan rendah lainnya merajalela.

Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia

Islam mulai disiarkan sekitar tahun 612 di Mekkah. Karena penyebaran agama baru ini mendapat tantangan dari lingkungannya, Muhammad kemudian pindah (hijrah) ke Madinah pada tahun 622. Dari sinilah Islam berkembang ke seluruh dunia.

Muhammad mendirikan wilayah kekuasaannya di Madinah. Pemerintahannya didasarkan pada pemerintahan Islam. Muhammad kemudian berusaha menyebarluaskan Islam dengan memperluas wilayahnya.

Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW pada tahun 632 M, kepemimpinan Islam dipegang oleh para khalifah. Dibawah kepemimpinan para khalifah, agama Islam mulai disebarkan lebih luas lagi. Sampai abad ke-8 saja, pengaruh Islam telah menyebar ke seluruh Timur Tengah, Afrika Utara, dan Spanyol. Kemudian pada masa dinasti Ummayah, pengaruh Islam mulai berkembang hingga Nusantara.

Teori-Teori Masuknya Islam ke Indonesia
Menurut beberapa sejarawan, agama Islam baru masuk ke Indonesia pada abad ke-13 Masehi yang dibawa oleh para pedagang muslim. Meskipun begitu, belum diketahui secara pasti sejak kapan Islam masuk ke Indonesia karena para ahli masih berbeda pendapat mengenai hal tersebut. Setidaknya ada tiga teori yang mencoba menjelaskan tentang proses masuknya Islam ke Indonesia yaitu teori Mekkah, teori Gujarat, dan teori Persia.
1. Teori Gujarat, Teori yang dipelopori oleh Snouck Hurgronje ini menyatakan bahwa agama Islam baru masuk ke Nusantara pada abad ke-13 Masehi yang dibawa oleh para pedagang dari Kambay (Gujarat), India.
2. Teori Persia, Teori ini dipelopori oleh P.A Husein Hidayat. Teori Persia ini menyatakan bahwa agama Islam dibawa oleh para pedagang dari Persia (sekarang Iran) karena adanya beberapa kesamaan antara kebudayaan masyarakat Islam Indonesia dengan Persia.
3. Teori Mekkah, Teori ini adalah teori baru yang muncul untuk menyanggah bahwa Islam baru sampai di Indonesia pada abad ke-13 dan dibawa oleh orang Gujarat. Teori ini mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dari Mekkah (arab) sebagai pusat agama Islam sejak abad ke-7. Teori ini didasari oleh sebuah berita dari Cina yang menyatakan bahwa pada abad ke-7 sudah terdapat sebuah perkampungan muslim di pantai barat Sumatera.

Sebuah batu nisan berhuruf Arab milik seorang wanita muslim bernama Fatimah Binti Maemun yang ditemukan di Sumatera Utara dan diperkirakan berasal dari abad ke-11 juga menjadi bukti bahwa agama Islam sudah masuk ke Indonesia jauh sebelum abad ke-13.

Proses Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia

Proses masuk dan berkembangnya islam di Indonesia dilakukan secara damai dengan cara menyesuaikan diri dengan adat istiadat penduduk lokal yang telah lebih dulu ada. Ajaran-ajaran Islam yang mengajarkan persamaan derajat, tidak membeda-bedakan si miskin dan si kaya, si kuat dan si lemah, rakyat kecil dan penguasa, tidak adanya sistem kasta dan menganggap semua orang sama kedudukannya dihadapan Allah telah membuat agama Islam perlahan-lahan mulai memeluk agama Islam.

Proses masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia dilakukan secara damai dan dilakukan dengan cara- cara sebagai berikut :

1. Melalui Cara Perdagangan

Indonesia dilalui oleh jalur perdagangan laut yang menghubungkan antara China dan daerah lain di Asia. Letak Indonesia yang sangat strategis ini membuat lalu lintas perdagangan di Indonesia sangat padat karena dilalui oleh para pedagang dari seluruh dunia termasuk para pedagang muslim. Pada perkembangan selanjutnya, para pedagang muslim ini banyak yang tinggal dan mendirikan perkampungan islam di Nusantara. Para pedagang ini juga tak jarang mengundang para ulama dan mubaligh dari negeri asal mereka ke nusantara. Para ulama dan mubaligh yang datang atas undangan para pedagang inilah yang diduga memiliki salah satu peran penting dalam upaya penyebaran Islam di Indonesia.

Para pedagang itu datang dan berdagang di pusat-pusat perdagangan di daerah pesisir. Malaka merupakan pusat transit para pedagang. Di samping itu, bandar-bandar di sekitar Malaka seperti Perlak dan Samudra Pasai juga didatangi para pedagang.

Mereka tinggal di tempat-tempat tersebut dalam waktu yang lama, untuk menunggu datangnya angin musim. Pada saat menunggu inilah, terjadi pembauran antarpedagang dari berbagai bangsa serta antara pedagang dan penduduk setempat. Terjadilah kegiatan saling memperkenalkan adat-istiadat, budaya bahkan agama. Bukan hanya melakukan perdagangan, bahkan juga terjadi asimilasi melalui perkawinan.

Di antara para pedagang tersebut, terdapat pedagang Arab, Persia, dan Gujarat yang umumnya beragama Islam. Mereka mengenalkan agama dan budaya Islam kepada para pedagang lain maupun kepada penduduk setempat. Maka, mulailah ada penduduk Indonesia yang memeluk agama Islam. Lama-kelamaan penganut agama Islam makin banyak. Bahkan kemudian berkembang perkampungan para pedagang Islam di daerah pesisir.

Penduduk setempat yang telah memeluk agama Islam kemudian menyebarkan Islam kepada sesama pedagang, juga kepada sanak familinya. Akhirnya, Islam mulai berkembang di masyarakat Indonesia. Di samping itu para pedagang dan pelayar tersebut juga ada yang menikah dengan penduduk setempat sehingga lahirlah keluarga dan anak-anak yang Islam.

Hal ini berlangsung terus selama bertahun-tahun sehingga akhirnya muncul sebuah komunitas Islam, yang setelah kuat akhirnya membentuk sebuah pemerintahaan Islam. Dari situlah lahir kesultanan-kesultanan Islam di Nusantara.

2. Melalui Perkawinan

Bagi masyarakat pribumi, para pedagang muslim dianggap sebagai kelangan yang terpandang. Hal ini menyebabkan banyak penguasa pribumi tertarik untuk menikahkan anak gadis mereka dengan para pedagang ini. Sebelum menikah, sang gadis akan menjadi muslim terlebih dahulu. Pernikahan secara muslim antara para saudagar muslim dengan penguasa lokal ini semakin memperlancar penyebaran Islam di Nusantara.

3. Melalui Pendidikan

Pengajaran dan pendidikan Islam mulai dilakukan setelah masyarakat islam terbentuk. Pendidikan dilakukan di pesantren ataupun di pondok yang dibimbing oleh guru agama, ulama, ataupun kyai. Para santri yang telah lulus akan pulang ke kampung halamannya dan akan mendakwahkan Islam di kampung masing-masing.
4. Melalui Kesenian

Wayang adalah salah satu sarana kesenian untuk menyebarkan islam kepada penduduk lokal. Sunan Kalijaga adalah salah satu tokoh terpandang yang mementaskan wayang untuk mengenalkan agama Islam. Cerita wayang yang dipentaskan biasanya dipetik dari kisah Mahabrata atau Ramayana yang kemudian disisipi dengan nilai-nilai Islam.

5. Peranan Bandar-Bandar di Indonesia

Bandar merupakan tempat berlabuh kapal-kapal atau persinggahan kapal-kapal dagang. Bandar juga merupakan pusat perdagangan, bahkan juga digunakan sebagai tempat tinggal para pengusaha perkapalan. Sebagai negara kepulauan yang terletak pada jalur perdagangan internasional, Indonesia memiliki banyak bandar. Bandar-bandar ini memiliki peranan dan arti yang penting dalam proses masuknya Islam ke Indonesia.

Di bandar-bandar inilah para pedagang beragama Islam memperkenalkan Islam kepada para pedagang lain ataupun kepada penduduk setempat. Dengan demikian, bandar menjadi pintu masuk dan pusat penyebaran agama Islam ke Indonesia. Kalau kita lihat letak geografis kota-kota pusat kerajaan yang bercorak Islam pada umunya terletak di pesisir-pesisir dan muara sungai.

Dalam perkembangannya, bandar-bandar tersebut umumnya tumbuh menjadi kota bahkan ada yang menjadi kerajaan, seperti Perlak, Samudra Pasai, Palembang, Banten, Sunda Kelapa, Cirebon, Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Banjarmasin, Gowa, Ternate, dan Tidore. Banyak pemimpin bandar yang memeluk agama Islam. Akibatnya, rakyatnya pun kemudian banyak memeluk agama Islam.

Peranan bandar-bandar sebagai pusat perdagangan dapat kita lihat jejaknya. Para pedagang di dalam kota mempunyai perkampungan sendiri-sendiri yang penempatannya ditentukan atas persetujuan dari penguasa kota tersebut, misalnya di Aceh, terdapat perkampungan orang Portugis, Benggalu Cina, Gujarat, Arab, dan Pegu.

Begitu juga di Banten dan kota-kota pasar kerajaan lainnya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kota-kota pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam memiliki ciri-ciri yang hampir sama antara lain letaknya di pesisir, ada pasar, ada masjid, ada perkampungan, dan ada tempat para penguasa (sultan).

6. Peranan Para Wali dan Ulama

Salah satu cara penyebaran agama Islam ialah dengan cara mendakwah. Di samping sebagai pedagang, para pedagang Islam juga berperan sebagai mubaligh. Ada juga para mubaligh yang datang bersama pedagang dengan misi agamanya. Penyebaran Islam melalui dakwah ini berjalan dengan cara para ulama mendatangi masyarakat objek dakwah, dengan menggunakan pendekatan sosial budaya. Pola ini memakai bentuk akulturasi, yaitu menggunakan jenis budaya setempat yang dialiri dengan ajaran Islam di dalamnya. Di samping itu, para ulama ini juga mendirikan pesantren-pesantren sebagai sarana pendidikan Islam.

Di Pulau Jawa, penyebaran agama Islam dilakukan oleh Walisongo (9 wali). Wali ialah orang yang sudah mencapai tingkatan tertentu dalam mendekatkan diri kepada Allah. Para wali ini dekat dengan kalangan istana. Merekalah orang yang memberikan pengesahan atas sah tidaknya seseorang naik tahta. Mereka juga adalah penasihat sultan.

Karena dekat dengan kalangan istana, mereka kemudian diberi gelar sunan atau susuhunan (yang dijunjung tinggi). Kesembilan wali tersebut adalah seperti berikut.

(1) Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim). Inilah wali yang pertama datang ke Jawa pada abad ke-13 dan menyiarkan Islam di sekitar Gresik. Dimakamkan di Gresik, Jawa Timur.

(2) Sunan Ampel (Raden Rahmat). Menyiarkan Islam di Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Beliau merupakan perancang pembangunan Masjid Demak.

(3) Sunan Derajad (Syarifudin). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan agama di sekitar Surabaya. Seorang sunan yang sangat berjiwa sosial.

(4) Sunan Bonang (Makdum Ibrahim). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan Islam di Tuban, Lasem, dan Rembang. Sunan yang sangat bijaksana.

(5) Sunan Kalijaga (Raden Mas Said/Jaka Said). Murid Sunan Bonang. Menyiarkan Islam di Jawa Tengah. Seorang pemimpin, pujangga, dan filosof. Menyiarkan agama dengan cara menyesuaikan dengan lingkungan setempat.

(6) Sunan Giri (Raden Paku). Menyiarkan Islam di luar Jawa, yaitu Madura, Bawean, Nusa Tenggara, dan Maluku. Menyiarkan agama dengan metode bermain.

(7) Sunan Kudus (Jafar Sodiq). Menyiarkan Islam di Kudus, Jawa Tengah. Seorang ahli seni bangunan. Hasilnya ialah Masjid dan Menara Kudus.

(8) Sunan Muria (Raden Umar Said). Menyiarkan Islam di lereng Gunung Muria, terletak antara Jepara dan Kudus, Jawa Tengah. Sangat dekat dengan rakyat jelata.

(9) Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Menyiarkan Islam di Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Seorang pemimpin berjiwa besar

Biarkan Aku Menjadi Mimpiku!

♠ Posted by Aryni Ayu in


Jika banyak duri bermunculan, bolehkah aku tetap tumbuh menjadi bunga?
Biar mulut – mulut sombong itu menjadi bisu. Agar dunia tahu. Inilah duniaku...

            Sepintas, teringat diri ini saat pertama kali memasuki tahun pertama sebuah universitas. Ideologi yang terburat oleh masa remaja. Kekakuan prestasi yang masih belum menemui titik cairnya. Kenakalan – kenakalan, dan kebodohan – kebodohanku di masa remaja benar – benar ingin aku tebus. Bukan tebusan biasa, jika bisa luar biasa hingga orang lain tak mampu memandangnya dengan sinis. Aku juga ingat betapa selongsong proses belajar di masa itu aku sia – siakan, dengan sebuah apatisisme. Andai mesin waktu telah tercipta, mungkin tak sedetik pun waktu itu akan kuisi dengan kebodohan. Hingga orang lain punya ‘waktunya sendiri’ untuk menghina, meremehkan, bahkan menghakimi otak yang kumiliki. Sungguh, sejak tahun pertama kuliah, semuanya telah aku rancang, sebaik mungkin.
            Di kamar berukuran sempit, berisi televisi, sekotak accesoris, sederet buku, dan segelumit kisah remaja dari bangku smp sma, terpampang mading bertuliskan “Dosen Muda, IPK 3.6, Lulus 3,5 Tahun”. Seperti yang kubilang, itulah rancanganku, mimpiku. Setiap detik menuju menit, menit berganti jam, sehari – hari aku selalu memandanginya, berusaha untuknya. Dengan penuh harap, semoga rancangan itu menemui hasil yang menggembirakan. Hanya dengan bekerja kerass aku bisa mewujudkannya. Tak mudah memang ketika harus belajar disaat orang lain terpejam. Berusaha sekeras mungkin saat orang lain mencoba cara – cara instan. Atau terwujud, disaat mimpi itu berusaha direnggut banyak orang. Jika banyak duri bermunculan, bolehkah aku tetap tumbuh menjadi bunga?
            Tahun ketiga berlalu. Beberapa mimpi mulai terwujud. Indeks prestasi yang sangat memuaskan bagiku, tanpa harus diremehkan manusia lainnya. Sedikit demi sedikit, aku menemukan jalan hidupku. Kemana cita – cita akan mengalir. Kemana pula mimpi harus menjadi nyata. Tahun keempat dimulai. Aku rasa, masa inilah yang paling berat. Suatu masa dimana ruang dan waktu berada dalam kesukaran. Hasil jerih payah yang juga belum tentu mendapat penghargaan. Apalagi, disaat orang tuamu tidak lagi mendukung mimpi – mimpi besarmu. Menangis pun tak tahu pula kemana harus bersandar. Sungguh, inilah masa – masa terberatku. Aku yang sangat menginginkan pendidikan pasca sarjana, rupanya berbeda ingin dengan orang tuaku. Mereka lebih mengarahkanku untuk segara menjadi guru ‘sukwan’ lebih dulu, ikut tes pns, lalu menikah. Pertanyaanku, kapan aku bisa mewujudkan mimpi – mimpiku? Itu desain impian kalian, dan maaf, aku tidak menginginkannya, saat ini.
            Ketika gerbang mimpi mulai terbuka, bolehkah jika aku segera masuk? Dan bolehkah untuk segera membuatnya menjadi nyata? Aku belajar dan berusaha selama ini tak lain, untuk menjadi cita – cita yang lebih besar. Bukan hanya sekedar guru, dosen, jika perlu menjadi seseorang yang lebih besar lagi. Biar mulut – mulut sombong itu menjadi bisu. Agar dunia tahu. Inilah duniaku...


Kamarku, 27 April 2013-04-27, pukul 21.00

Hargamu Mahal, Jika Tetap Menjadi Emas--

♠ Posted by Aryni Ayu in


laki – laki buruk pun ingin memiliki wanita ‘baik – baik’
Benarkah sebagai wanita kita bersedia untuk dipilih berdasarkan alternatif? I dont think so!

            Ketika dunia berada diambang budaya yang kian bebas, apalagi. Seakan tak ada sekat diantara batas baik dan buruk, wanita tetap punya tanda tanya besar. Antara kebebasan dan kehormatan. Jika pilihan adalah bebas, bolehkan jika wanita tidak memilih sebagai emas? Dan kehormatan, bolekah jika wanita tetap menjadi emas? Seorang konvensional atau wanita modernitas bebas tak terbatas.

            Dari selosongsong kehidupan dunia yang begitu beragam. Tanpa sekat. Tanpa tahu bilik baik dan benar. Tanpa tahu nilai – nilai filosofis manusia. Wanita, tetap dituntut untuk menjadi emas. Semua hal tentang tata adat berpakaian, perilaku yang menurut Gerald I. Nierenberg bukan hanya menjadi pertahanan tapi juga tantangan, menjadi indikator penting bagi nilai seorang wanita. Nyatanya, emansipasi yang dulu digembar – gemborkan oleh R.A Kartini (Indonesia) dan Bella Zavitzky (Amerika) perlu mendapat dukungan yang benar dari wanita saat ini.

            Layaknya partai, kehidupan pasca emansipasi memiliki dualisme. Antara kehidupan baik dan buruk. Meski terlihat samar, keduanya masih bisa dibedakan, apalagi dipilih. Kebenaran yang ditempati para wanita konvensional bernapas monokultural, atau keburukan yang disinggahi wanita berasas modernitas tak terbatas. Memang terlihat menghakimi, namun semua butuh keadilan. Ketika kita melihat seorang laki – laki ingin melamar gadis, apa yang diharapkannya dari gadis itu? Selain cantik, pintar, dan berbobot? apalagi jika bukan bermartabat, benar tidak? Jelas sekali bukanlah hal – hal buruk yang diharapkan. Atau jika memang sangat terpaksa oleh berbagai keadaan, (“tidak virgin, atau MBA”) barulah alternatif ‘buruk’ menjadi pilihan. Benarkah sebagai wanita kita bersedia untuk dipilih berdasarkan alternatif? I dont think so!

Alfian, seorang laki – laki penghafal cafe dan diskotik, mengaku telah berkencan dengan banyak wanita. Dari keterangannya, dalam setahun dia bisa mengencani sekitar 60 wanita di berbagai tempat. Dari wanita perokok, pemabuk, hingga ‘ayam kampus’, semua pernah dicobanya. “mereka sangat menghiburku, membuatku berfantasi, hingga aku lupa bagaimana kehidupan normal. Mereka menyenangkan, namun aku tak menemukan sesuatu yang menarik di mataku. Mereka mudah terlupakan. Aku ingin wanita yang baik – baik, tapi juga tidak kaku” Pengakuan seorang laki – laki yang sekiranya dapat mewakili teman – temannya yang sejenis. Nyatanya, mereka tetap membutuhkan emas.  

Wanita bernapas konvensional, alias emas, sering menjadi pilihan. Potret kehidupannya yang jauh dari kontaminasi diskotik, rokok, minuman keras, dan sex bebas, memang terlihat membosankan. Apalagi jika mereka terkadang terlihat ‘tidak gaul’ saat bergaul dengan wanita modernitas tak terbatas, yang benar – benar memiliki kebebasan tanpa aturan. Bagi sebagian laki – laki pecinta hiburan, mungkin mereka terlihat menarik. Namun siapa sangka, laki – laki buruk pun ingin memiliki wanita ‘baik – baik’. Bukankah ini pertanda bahwa budaya kebebasan masih tetap memiliki kebenaran?

Emas tetaplah emas, jika memang memilih sebagai setengah wanita baik dan buruk, atau totalitas diantara keduanya, tak ada orang berhak melarang. Toh, pilihan jatuh pada pilihan masing – masing satu paket dengan resikonya. Yang jelas, emas masih tetap mahal dan diperebutkan! Tak maukah jika kita memiliki penawaran yang tinggi sebagai seorang wanita? Silahkan memilih. 

Cover, pentingkah?

♠ Posted by Aryni Ayu in


Cover yang memang menggoda, menarik perhatian, dan membuat manusia serasa sempurna, bukankah itu juga berguna untuk menutupi bobrok – bobrok yang kita punya?
Benarkah manusia bahagia dengan sebuah cover?


            Hukum majalah menyatakan “cover itu menjual”, menjual isi, ragam, dan harganya. Seperti manusia yang ada di bumi ini, wajah – wajah yang tak pernah mungkin tidak memakai cover. Seperti wanita memakai gincu, bedak, atau pewarna alis. Laki – laki metroseksual yang sangat mementingkan baju apa yang dipakai. Atau para profesionalitas lain yang butuh cover untuk sebuah pengakuan. Semua orang di dunia rasa – rasanya membutuhkan pembungkus lain selain dirinya sendiri. Pertanyaannya, pentingkah?

            Seberapa banyak perasaan yang kita pakai untuk memakai sebuah cover? Membentuk seakan – akan kita adalah patung sexy yang menggoda. Menyerai bagaikan Tuhan yang tak pernah punya dosa. Menyingkirkan bentuk Iblis dibalik sifat manusia kita. Terkadang juga menyingkirkan hal – hal yang tidak berbau malaikat. Cover yang memang menggoda, menarik perhatian, dan membuat manusia serasa sempurna, bukankah itu juga berguna untuk menutupi bobrok – bobrok yang kita punya?

            Di suatu pagi yang penuh manusia berlalu lalang, melakukan segala kegiatan dunia. Ya sekiranya terdapat manusia terpenjara yang ingin bebas dari sebuah penjara. Berterbangan kemana – kemana mencari seorang pangeran yang akan membawanya bebas. Kiranya, manusia itu sudah tak memikirkan lagi sebuah bentuk kesempurnaan. Dirinya merasa bahagia dengan seseorang yang membuatnya merasa nyaman. Mencoba sesuatu hal yang sudah lama ditinggalkannya, yaitu cinta. Yang membuatnya meninggalkan cover – cover yang dulu dia bentuk. Rasanya, hanya bahagia yang dia ingin, bukan cover!

            Meski sedikit ironi menghadapi tingkah ibunda manusia terpenjara itu. Tanpa mempersilahkan seseorang yang membuat manusia itu bahagia, hanya menyerukan sepatah kata, perintah untuk mengusir. Seakan terdapat tembok emas yang tak boleh diterabas. Hanya cover – cover terbaik yang bisa menembusnya. Tembok yang dipergunakan entah untuk melindungi puterinya atau rasa kaget berlebihan. Entahlah. Betulkah itu pengorbanan yang dilakukan untuk sebuah cover?

Cover. Hanya sebuah pembungkus palsu. Dicitrakan sedemikian rupa agar memagnetisasi banyak hari manusia lain. Untuk urusan harga diri, ini memang penting dilakukan, mengingat manusia adalah campuran baik dan buruk. Menimbang beratnya emas yang harus dimiliki seseorang. Tak lain, agar dihargai. Emas yang membutuhkan cover. Cover yang juga dapat menyakiti manusia lain, sengaja atau tidak. Penting atau tidak, benarkah manusia bahagia dengan sebuah cover?

Bolehkah Jika Wanita Tidak Memilih sebagai Emas?

♠ Posted by Aryni Ayu in


Emas memang begitu berharga, namun jika itu membuat wanita serasa dipenjara dan tak punya kebebasan, bolehkah kita tidak usah memilih sebagai emas?

          
Semua tahu jika wanita itu selalu dan wajib untuk menjunjung tinggi kehormatan. Apalagi saat tata adat Jawa begitu eratnya mengatur pembawaan para wanita di depan publik, wanita seakan harus membuat tembok emasnya sendiri. Dari tata cara berpakaian, tingkah laku, hingga sosialisasi, semuanya diatur. Dan menurut aturan, semuanya tak boleh melewati batas. Jika pun terlewat, caci dan maki tak jarang harus ditanggung. Intinya, wanita itu emas, yang tak boleh disepuh sembarangan.

Ingatkah kita di suatu dulu mahluk yang disebut wanita ini tak boleh sedikit pun keluar bila malam telah tiba? Tak boleh berbicara atau bersifat terbuka kepada kaum laki – laki? Berpakaian menutupi aurat? Juga amat sangat ‘wajib’ menjaga wibawanya di depan masyarakat? Bukankah ini peraturan yang begitu harus ditakuti dan dihormati dibanding aturan – aturan lain sejagad raya ini? Sekiranya, wanita dianggap ‘sempurna’ yang tak boleh ‘tidak sempurna’. Adat tradisional ini, punya ‘sakti’- nya sendiri terhadap keluarga – keluarga yang menyebut dirinya ‘darah biru’. Bagi keluarga ini, sakralitas kesempurnaan wanita benar – benar dijunjung tinggi. Apabila memiliki mata, lihatlah kebaikan. Telinga, dengarlah untuk hal – hal baik. Mulut yang hanya untuk berdoa. Tangan, pergunakan untuk menolong orang lain, dan kaki yang tak boleh terlalu sering berkeliaran. Benar – benar emas!

Tak ada yang bisa menandingi emas, harganya mahal, kualitas maha baik, dan diminati banyak orang, seperti wanita. Namun disaat jaman menuju kebebasannya (global), wanita mulai berpikir “bolehkah aku sebebas kaum pria? Yang dapat tertawa terbahak – bahak tanpa menutupi mulutnya kalau – kalau seorang laki – laki memperhatikan. Berpakaian apa adanya, bersikap apa adanya, terbuka terhadap berbagai derasnya informasi. Bolehkah juga aku menirukan wanita bebas yang tak peduli bagaimana pendapat orang terhadapku?”

Semalam, wanita – wanita yang penulis temui di diskotik juga bersikap apa adanya. Meski pakaian mereka serba ‘mini’, make up bertebaran di muka, asap rokok mengepul dari mulut, dan bau alkohol keluar dari napasnya, namun sikap mereka baik. Tak ada tanda – tanda bahwa mereka penjahat, penggosip, ataupun wanita yang suka mencampuri urusan orang lain. Dari segi sosial, mereka memang terlihat tidak sempurna, bukan seperti emas. Berbeda dengan wanita – wanita dari keluarga berdarah biru yang ‘mungkin’ sempurna. Tak pernah berkeliaran saat malam, selalu menjaga wibawa di depan laki – laki baik dalam bentu ‘diam’ ataupun mereka cerdas, tidak terbuka terhadap derasnya arus informasi, kadang cenderung konservatif, dan orang kebanyakan menganggap diri mereka emas! Namun benarkah mereka lebih baik dari wanita – wanita yang ada di diskotik itu? Apakah sikap mereka sebagai pribadi begitu sempurna seperti penampilannya? Nobody knows!

Tak jarang wanita – wanita ‘sempurna’ itu bersikap ‘tak sempurna’ di belakang orang lain, kadang juga menunjuk wanita ‘tak sempurna’ sebagai pribadi ‘tercela’ tanpa tahu cela dalam dirinya sendiri. 

Wanita modern, sebagian dari mereka sudah tidak peduli dengan ‘apa kata orang lain’ juga tak peduli dirinya emas atau tidak. Mereka bekerja untuk masa depan yang cerah, tanpa tahu bahwa harusnya laki – laki lah yang bekerja, menjadi nomor satu. Namun mereka tetap tidak peduli! Yang terpenting bagi wanita – wanita itu adalah jati diri, bagaimana hidup diatur oleh diri kita sendiri, bukan orang lain! Emas memang begitu berharga, namun jika itu membuat wanita serasa dipenjara dan tak punya kebebasan, bolehkah kita tidak usah memilih sebagai emas? 

Thinking Out The Box

♠ Posted by Aryni Ayu in ,


Itulah sebabnya mengapa para ilmuwan, seniman, ataupun para pemikir besar sangat sedikit jumlahnya jika dibandingkan manusia umum di bumi ini. Karena mereka berpikir diluar kotak

Rutinitas hanya membuat kita jatuh ke liang lahat, dan ‘tak terduga’ akan mendorong kita untuk bangkit dari liang lahat

            Pernahkah Anda merasa nyaman – nyaman saja dengan kehidupan Anda? Seberapa sering tantangan yang Anda hadapi setiap harinya? Atau Anda adalah orang yang sering mengistirahatkan otak?

            Seorang desainer iklan rokok menghias kata – kata promosinya melalui “Thinking out the box”, belajarlah berpikir diluar kebiasaan. Iklan yang dibuat pun luar biasa bagusnya. Kreativitasnya benar – benar diluar kebiasaan, mengingat rokok yang harus terjual seluas – luasnya ditengah sempitnya peraturan merokok. Apakah Anda pernah melihat seorang Lady Gaga tampil normal? Albert Einsten yang dikira gila pada masa mudanya karena berpikir berbeda dari orang – orang sekitar? Atau Raden Ajeng Kartini yang bukan saja awalnya diremehkan oleh kaum lelaki tapi juga oleh elit Belanda karena keberaniannya menentang kebiasaan ‘wanita adalah posisi nomor dua’. Orang – orang seperti mereka sangat jarang kita temui di masyarakat umum. Pemikiran mereka bertentangan dengan aturan – aturan umum manusia. Itulah sebabnya mengapa para ilmuwan, seniman, ataupun para pemikir besar sangat sedikit jumlahnya jika dibandingkan manusia umum di bumi ini. Karena mereka berpikir diluar kotak.

            Definitifnya, berpikir diluar kotak (thinking out the box) adalah momen dimana manusia mampu mengandalkan otaknya untuk berpikir bertindak diluar batas kewajaran, tidak umum, dan cenderung melawan arus. Prinsip thinking out the box dapat saja dimiliki oleh semua manusia, tentu dengan beberapa syarat. Pertama, taking risk! Seorang yang berani mengambil resiko, biasanya orang – orang pemberani yang menyanggupi segala konsekuensi di depannya. Jika Anda berkata “saya akan selesaikan sisa 120 halaman ini besok pagi kepada seorang editor”, seorang guru sejarah yang berkata pada murid  muridnya “meski jam pengajaran terbatas, tapi besok Ibu akan membawakan veteran untuk menceritakan kisah historisnya, agar kalian mengerti pentingnya nilai sejarah”. Maka, merekalah yang akan berani membuat perubahan.

            Kedua, Open Mind! Bandingkan antara seorang kolot yang tidak mau mendengar apa kata orang dengan seorang kreatif yang selalu menjadi pendengar baik saat orang lain mengkritiknya. Bayangkan ketika mereka dihadapkan pada pada sebuah proyek besar yang sama. Mana diantara mereka yang lebih disukai klien? Mana dari mereka yang mampu beradaptasi dengan kegagalan yang mungkin saja terjadi? Tentu seorang yang kreatif. Dia adalah orang yang memiliki pemikiran terbuka, mau mendengar apa kata orang lain, dan cenderung menutup telinganya saat telah menemukan jawaban atas permasalahan. Orang – orang berpemikiran terbuka, akan cenderung berpikir kearah perubahan, kearah mana dunia yang dia miliki akan diarahkan, dan seberapa besar pengaruhnya untuk perubahan orang lain. Permikian terbuka, mendorong pikiran ke arah tak terbatas.

            Ketiga, jauhi rutinitas! Pernahkah Anda merasa bosan melakukan hal – hal yang sama setiap harinya? Bangun tidur, makan, mengirim email kepada bos, berangkat kerja, pulang kerja, dan tidur lagi. Tak bisakah jika kita sedikit mengisinya dengan pemikiran dan tindakan tak biasa? Bangun tidur, membeli coffe agar tak mengantuk, berangkat kerja, memberi ide – ide cemerlang kepada bos sekaligus mengkritik tindakannya yang mungkin tak sesuai dengan pemikiran kita, kemudian pulang kerja yang tak langsung pulang untuk mengikuti grup ‘pemberi nasi’ bagi orang – orang miskin di kota (di jakarta contohnya). Barulah kita boleh beristirahat lima jam agar badan kembali bugar. Rutinitas hanya membuat kita jatuh ke liang lahat, dan ‘tak terduga’ akan mendorong kita untuk bangkit dari liang lahat.

            Dengan memenuhi prasayarat tersebut, kita sudah punya modal untuk berpikir diluar kotak, diluar batasan. Memang, orang yang berbeda dari lainnya akan cenderung ‘dikucilkan (bullying)’ dari lingkungan sekitarnya, dan tak jarang hanya memiliki sedikit teman, karena mereka dianggap mengganggu. Namun orang – orang yang cenderung berpikir menggunakan otak kanan ini adalah orang – orang acak, kreatif, dan penuh inovasi. Jadi wajar – wajar saja jika mereka nantinya akan sukses dengan cara yang luar biasa. Karena thinking out the box akan mengajarkan manusia bagaimana cara mengguncang dunia. Ilmuwan, seniman, artis, inovator, penulis, adalah salah satu dari mereka, apakah Anda tertarik?

Dahsyat-nya Terima Kasih

♠ Posted by Aryni Ayu in

12 March 2013

Dan terima kasih bagi banyak orang lain yang mampu membuat hidup kita menjadi lebih mudah


Arigato, matur nuhun, thank you, gracias, sederet bahasa lainnya seakan tak pernah habis di bumi ini agar kita mau mengucapkan kata ajaib itu kepada orang lain. Apakah pernah melintang dalam pikiran kita tentang dahsyatnya sebuah terima kasih? Penulis tahu jika ini memang tidak perlu dipersoalkan, semua orang sudah tahu tapi jarang yang mau memaknai, benar tidak? Bukan menggurui, tapi membelajari agar adat istiadatnya tak pernah luput dari ucapan terima kasih. Bukankah Belanda yang terkenal sangat kolonial itu juga setidak – tidaknya mau memberikan ‘sedikit’ warisan Politik Etisnya sebagai ucapan terima kasih kepada Indonesia? R.A Kartini, ratu emansipasi kita yang sangat berterima kasih kepada Nyonya Abendemon (seorang berkebangsaan Belanda) karena mau membantunya untuk meneruskan surat – surat emansipasinya kepada elit Belanda. Berkatnya, wanita Indonesia sekarang tak perlu lagi mengalami banyak ‘pemojokan’ oleh laki – laki.

Kiranya para pendahulu kita sadar bahwa berterima kasih bukanlah harga mahal. Terima kasih, adalah ucapan sederhana yang mampu mengindahkan hati orang lain. tak peduli berada di strata (tingkatan sosial) nomor berapa, setinggi apakah jabatan orang tersebut, atau kaya – miskin, terima kasih tak pernah lekang oleh perbedaan. Di usia dini pun, di lingkungan terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga, manusia selalu diajarkan untuk berucap terima kasih kepada orang lain yang mau memberi pertolongan. Dalam pertolongan itu sendiri, pasti terdapat pikiran hangat untuk membantu meringankan beban orang lain. Itu pun juga karena sifat manusia yang ditugaskan untuk mau memanusiakan diri sendiri dan lingkungan sekitarnya (humanistik). Karena terima kasih diciptakan untuk melesatkan apresiasi manusia kepada manusia lain untuk memberi pertolongan.

Penulis juga memiliki sedikit pengalaman berkesan saat menjalankan tugas sebagai guru les privat seorang anak blasteran Jerman. Tak pernah terpikirkan bahwa dengan pengucapan bahasa Indonesianya yang kaku dan umurnya yang baru berusia 11 tahun tersebut, dirinya selalu mengucapkan terimakasih setiap penulis selesai mengajarnya. ‘Terima kasih’ membuat penulis merasakan kepuasan tersendiri karena merasa sangat dihargai orang lain. Namun, tak sedikit juga orang yang jarang sekali mengucapkan terima kasih karena sudah membayar orang yang menolongnya tersebut. Dalam suatu perusahaan misalnya. Ada seorang karyawan yang diberi gaji bulanan beserta bonusnya oleh pemimpin perusahaannya tidak mengucapkan kata terima kasih sama sekali. Meski hal itu terlihat remeh, namun di bulan berikutnya, karyawan tersebut tak lagi mendapat bonus seperti bulan kemarin. Saat kenaikan jabatan pun si karyawan itu tidak mendapatkan rekomendasi baik dari sang pemimpin karena dianggapnya tak tahu terima kasih.

Itulah kisah sebuah terima kasih yang tak sekedar berkutat pada saat kita menerima pertolongan atau pemberian orang lain. Terima kasih dapat kita ucapkan dalam keadaan apapun disaat kita merasa menjadi manusia lebih baik. Terima kasih kepada tukang becak misalnya, meski sudah dibayar, namun kata terima kasih dapat menjadi kesegaran sendiri baginya setelah mengayuh begitu jauhnya untuk kita. Terima kasih kepada pelayan toko yang telah membantu kita untuk ‘mondar – mandir’ mencarikan sepatu, tas, ataupun baju. Terima kasih kepada orang tua yang selama ini telah mendidik dan merawat. Dan terima kasih bagi banyak orang lain yang mampu membuat hidup kita menjadi lebih mudah. 

Titik Jenuh

♠ Posted by Aryni Ayu in

Titik Jenuh
Saturday, 9 March 2013

Aku aku dan aku. Aku kenal siapa diriku yang dulu, Aryni. Seorang yang keras, berani, kreatif, ambisius, dan cepat bertindak untuk menghadapi segala isi dunia. Terbiasa mengelola kebosanan, menjadi sebuah pekerjaan. Seorang pemimpin yang sering memimpin kehidupan orang. Selongsong semangat yang tak pernah habis oleh rapuhnya jaman selalu ada di setiap gerakku. Hingga, diri ini banyak dijadikan tolak ukur sekaligus musuh bagi banyak orang. Toh, orang cerdas mana yang tak punya musuh? Jika kau tidak punya musuh, artinya kau tidak berkompeten.
Aku ingat detik – detik disaat orang meminta beberapa kesibukan dariku, untuk sekedar mengurangi rasa bosan yang tak pernah kualami. Aku juga tak pernah lupa, kalau – kalau selalu maju untuk menghadapi orang tak punya moralitas. Dari perdebatan yang dilakukan terhadapku oleh seorang lektor untuk membela mahasiswa kesayangannya. Mengambil resiko besar untuk mencintai orang yang salah. Dan berani menentang aktivis gila yang membikin kekacauan di sebuah organisasi pers. Kemudian. Menghakimi beberapa orang yang berusaha menjatuhkanku saat aku memimpin mereka di sebuah organisasi sekolah. Bisa kau duga, orang lebih banyak memusuhiku. Ya, itulah diriku yang dulu, taking risk!
Ironis, akhir – akhir ini seakan mengalami penghabisan. Kau tahu, meski hari selalu melewati tiap detiknya, aku merasa tetap berada di tempat. Lingkungan sekitar yang dulu lima langkah jauh dibelakangku, kini mulai berjalan cepat. Jika sebelum itu orang terbiasa menggunakanku sebagai tempat mengadu, kini giliranku yang mengadu. Kebodohan tampaknya mulai menjajaki kehidupanku. Menggerogoti seni – seni kecerdasan yang ada dalam tubuhku. Rasa – rasanya, aku sudah tak mau tahu lagi berurusan dengan birokrasi rumit, sekedar menentang orang yang berbeda dengan kemauanku. Tugas akhir yang aku ajukan sejak 30 agustus tahun lalu, belum juga menemui titik prestasinya. Kemana jiwaku pergi? Sungguh, rasanya aku tak kenal diriku sendiri. Apakah aku sedang berada di titik jenuh atau sedang ingin beristirahat dan bersenang – senang disaat orang lain sedang serius mengejar cita - citanya?
Kau tahu betapa menderitanya hal ini? Waktu dimana kau merasa dibuang, malas, dan berjalan di tempat. Titik jenuh, rasanya, dari sekedar mendapat cercaan dari dunia, lebih dari pengemis yang berjalan setengah hari mengitari kampus dan hanya mendapat recehan se sen dua sen, belum lagi olok – olok orang dalam hati, rasanya, kejenuhan melebihi segalanya..  
Tuhan, kumohon, lenyapkan titik jenuh ini. Agar diriku menjadi berguna lagi seperti dulu...

Narkoba, Penguasa Baru Negeri ‘ini’ ?

♠ Posted by Aryni Ayu in
Bukankah candu itu adalah senjata paling ampuh untuk meluluh lantakkan suatu negara? (Confusius, 589 SM)

Penguasa baru! Mungkin itu ungkapan yang cukup serasi bagi penemuan fakta – fakta narkoba hari ini. Informasi terus bergulir mewarnai pemberitaan berbagai media massa dan elektronik. Rupanya, narkoba menguasai hampir setiap lini gerak – gerik masayarakat. Informasinya cukup mudah. Di google, penemuan 1000 lebih artikel tentang terjeratnya artis, pengusaha, penegak hukum, akuntan, dan lain sebagainya. Tak peduli tua – muda, kaya ataupun miskin, rentan untuk masuk dalam lingkaran narkotika. Beberapa hari lalu, Kita perlu mengapresiasi Badan Narkotika Nasional (BNN) dari segi tindak dan gerak dapat menemukan sederet nama artis yang ditetapkan positif sebagai pengguna narkoba. Dari tangan mereka, terdapat narkoba jenis ganja, narkoba jenis baru “derifat katinon”, dan sabu. Bukan hal baru sebenarnya jika artis dengan popularitasnya tertangkap tangan menggunakan barang fantasi nan ilegal tersebut. Pendahulu mereka bahkan pernah dua kali di penjara, atau dipenjara sehari seusai mengisi acara sebagai duta narkoba. Hanya, mereka seharusnya lebih banyak belajar.

 Bukan artis yang harus kita persalah dan masalahkan, tapi ‘tingkah’ dan ‘pola’ narkoba yang telah merajai masyarakat. Tak peduli dari status sosial, usia, pendapatan, dan profesi. Jelasnya, sebesar 68% anak bangsa telah menjadi korban. Penguasa ini sudah sejak lama tinggal di Indonesia. Di tahun 1968, penyelundupan candu dari Singapura masuk melalui Cirebon. Pada 12 April 1971, narkotika telah tersebar di Indonesia (Kompas, 30 Januari 2012). Hingga 44 tahun kemudian, penguasa – penguasa Indonesia beserta hukumnya tak mampu menaklukan penguasa baru kita ini.

Jika kita mampu membayangkann lebih dari apa yang kita bayangkan. Narkoba tak hanya sekedar obat yang dapat membuat pemakainya terbius, merasakan fantasi berlebihan, riang gembira mendekati kegilaan. Jika kita mendapati kasus semacam terorisme, pembunuhan, ataupun tindakan kriminal lain, dampaknya dapat langsung terlihat. Namun narkoba? Berilah tanda tanya besar kepadanya.

Generasi muda yang sudah terlibat, akan terus – menerus membeli meski harganya naik, kemungkinan besar akan menimbulkan tindak kejahatan. Selain itu, mental mereka yang telah mengalami pengrusakan, akibat zat – zat yang terkandung dalam narkoba. Derifat Katinon misalnya, merupakan jenis baru narkoba yang biasa digunakan untuk meningkatkan vitalitas sapi atau kuda saat musim kawin tiba. Lainnya, sehari – hari difungsikan untuk pembersih ponsel, atau perhiasan (Surya, 30 Januari 2013). Bisa dibayangkan apabila zat – zat kimia tersebut digunakan secara wajar dalam tubuh manusia? Bukan saja fisik yang terlihat rapuh, namun juga mental yang juga segera hancur. Semua itu hanya masalah waktu saja.

Benar – benar efek yang mengerikan! Lebih dari sekedar efek kepemimpinan otoritarianisme ataupun fasisme, penguasa baru lebih berkuasa mematikan sendi – sendi bangsa. Bukan cerita fiksi lagi bila anak bangsa tengah mengalami krisis moralitas akibat barang ilegal tersebut. Penguasa tersebut harus dibunuh! Segera jatuhi hukuman mati seperti di Singapura dan Malaysia terhadap semua orang yang berkepentingan dengan narkoba. Tak perlu juga sang ‘budak’ penguasa mematikan itu diberi grasi, remisi atau apalah namanya semua pengurangan hukuman itu, hapus saja! Toh kita juga tidak mau narkoba menjadi penguasa baru negeri ini. Bukankah candu itu adalah senjata paling ampuh untuk meluluh lantakkan suatu negara? (Confusius, 589 SM).

Manisnya!

♠ Posted by Aryni Ayu in

-Day 3-
Wednesday, 23th January 2013

Bukankah orang yang bisa benar – benar membuat kita bahagia adalah orang yang kita senang dan merasa sudah kenal dekat meski belum kenal sama sekali? Ijinkanlah Ya Allah, Tuhanku, untuk dua doa itu, terimakasih.

            Malam ini ditemani tampannya suara I’ll divo, regre sami, spanyolnya lagu Unbreak my Heart. Yah meski pembaca tak mengerti lagu – lagu itu mungkin, yang jelas that’s song was very – very hot, sexy, like underwear, huz! haha! Disambung torn – nya Natalie Imbruglia, mantap. Sudah dua hari yang lalu, chicken of soup-ku tidak aku isi. Maklum, dua hari itu aku sibuk mengurusi laporan KK jahanam, direvisi, di edit, di print, nungguin di fotokopian, berulang kali, huh! Untung tadi pagi hanya memberikan pada dosen, lalu diambil lagi nanti hari jumat. Ingin kubakar saja laporan – laporan itu, terus abunya aku lap-kan ke muka pak Marjuki. Itu, hanya seorang petugas uppl yang patut dibina-saken. Hari senin kemarin juga aku sempet ujian laporan kk sama temen – temen. Abis bener gue dilibas dosenku. Yang katanya laporan hancur lah, ga konsisten lah, bilang tulisan aku jelek juga, sampai malam pun aku tidak bisa tidur, apakah benar – benar jelek? emangnya situ tau tentang jurnalistik? Ah, orang awam memang selalu berkata apa yang dia tidak tahu, mengalah sajalah!
            Untuk hari ini, aku khususkan diri untuk lebih menghargai hal – hal kecil yang bisa aku lihat, punya, dan rasa. Bangun tidur, aku lihat jam, berdiri sambil setengah tidur, mengambil wudlu, dan shalat. Ya, jangan heran, akhir – akhir ini aku lebih mengenal Tuhan, dia penenangku. Selesai, kurebahkan diri sebentar, melihat pesan di handphone, lagi – lagi tidak ada pesan sama sekali dari pangeran rewel itu. Sudahlah, kemudian aku menuruni tangga layaknya cinderella yang baru bangun tidur, kemudian membantu mama di dapur. Sembari memikirkan rencana yang akan kujalani. Benar – benar rutinitas yang membuat pikiranku tak lagi mati!
            Waktu segera menunjukkan detaknya pada angka 8 lebih, maka aku pun segera berangkat ke tempat teman. Memakai baju berwarna biru, sepan biru, blazzer biru tua, tas sophie martin, dan sepatu bermerekan fladeo. Sekarang, jika aku keluar ataupun bersikap, harus bermerek, sama seperti penampilanku, begitu seharusnya wanita! Akhirnya aku sampai di tempat teman, ternyata dirinya sudah berangkat terlebih dahulu ke kampus. Lalu temanku yang satu lagi, tampak terburu – buru dan seperti punya lebih banyak kesibukan, sangat berbeda dengan dulu. Jika dulu, akulah yang selalu lebih sibuk dari wanita – wanita lainnya di kampus, sekarang, kenapa aku merasa tidak berguna?
Oh, semoga hanya perasaanku saja. Karena aku rasai, aku sedikit lelah dengan kesibukan selama ini. Praktek menjadi guru sudah, menjadi ketua dari guru – guru praktek sudah, menerima job untuk menjadi guru les seorang anak blasteran Jerman sudah, mengerjakan proposal skripsi juga sudah, meski harus revisi lagi, tapi aku merasa semuanya sudah kujalani sepenuh hati. Aku masih ingin istirahat, ya, untuk beberapa detik saja aku ingin merasa santai seumur menuntut ilmu di bangku perkuliahan. Aku ingin cepat – cepat seminar skripsi ya Allah, Tuhanku, ijinkanlah segera!
Setelah itu, aku melangkah sedikit untuk memprogramkan proposal seminar dan skripsiku di pusat TI, tapi ternyata tidak bisa. Malah bertemu dengan mantan, si Wahyu, lagi – lagi dia masih saja baik dan manis, untuk ukuran laki – laki yang aku sia – siakan dulu, dia masih tetap menjadi yang terbaik. Tadi hanya bertegur sapa dengannya sedikit, dan ketika aku melihat foto perempuan di handphonenya, aku sadar, aku tidak berhak menyia – nyiakannya lagi, dan harus segera melupakannya.
Selesai urusan di kampus, kuputar sepedaku menuju kantor papa. Yang ada di otakku tadi hanyalah dunia maya. Ingin membuat bisnis online, tapi tentang artikel, tulisan, dan majalah online. Semoga bisa. Sesampai disana, ya ampun, aku justru bertemu dengan Rizky. Itu si manis, pendiem, dan pemalu yang dari setahun lalu aku sangat suka kepadanya. Bahkan jauh sebelum ada Mahendra, si pangeran rewel itu. Dia pegawai papa, akhirnya, baru tadi siang baru bisa bercakap – cakap dengannya. Walau hanya bas – basi, tapi hatiku masih tersihir olehnya. “Cari bapaknya ya? Masih rapat, ini mau aku jemput, mau ikut kah? Biar sekalian ketemu” “Oh enggak mas gampang deh nanti aku kesini lagi,” kataku, smabil berbalik dan tersenyum bahagianya, manis banget.
Terus saja sepeda yang kukendarai menuju lampu merah dekat smp ku dulu, dan tiba – tiba dia berada di sebelahku. Sungguh hati rasanya sudah ingin keluar dari tubuh, ingin aku katakan bahwa aku benar – benar menyukainya. “Mbak, ayo kalo mau ikut, sekalian”, “ia mas, nanti aja deh, aku mau ke toko buku dulu”, “oh iya, duluan ya”. Ia manis..ups, hanya dalam hati tapi. Ya Tuhan, dia benar – benar aku suka, seandainya dia memang bisa membuatku bahagia, mungkin suatu hari nanti aku benar – benar mendapatkan laki – laki yang aku benar – benar suka pada pandangan pertama. Riski riski, sadar tidak kau dari pertama bertemu, mata kita saling menatap namun tak saling meneruskan. Andai hubungan kita bisa menjadi dekat, semoga!
Bukankah orang yang bisa benar – benar membuat kita bahagia adalah orang yang kita senang dan merasa sudah kenal dekat meski belum kenal sama sekali? Bukan karena pelarian, sungguh perasaanku pada mahendra hanya karena waktu, tapi untuk riski? Aku berharap lebih, semoga benar – benar terjadi. Ijinkanlah Ya Allah, Tuhanku, untuk dua doa itu, terimakasih.

Kontes blog: Aku Berbatik 1-31 Januari 2013

♠ Posted by Aryni Ayu in



Hadiah Utama: Rp 2.5jt + Trip batik

Pemenang ke-2: Rp 1.5jt + voucher Berbatik Rp500rb

Pemenang ke-3: Rp 500rb + voucher Berbatik Rp500rb


www.berbatik.com, e-commerce batik pertama di Indonesia mengajak blogger menunjukkan kecintaan pada batik.
Caranya?
Buatlah tulisan non-fiksi di blog mengenai batik. Tulisan boleh berkisar mengenai pengalaman menggunakan batik, membuat batik, kecintaan pada batik, opini mengenai batik, kekhawatiran dengan nasib batik, impian pada batik, observasi pada batik, dan banyak hal lainnya asalkan masih berkenaan dengan batik.


Tata Cara

  1. Alamat facebook peserta harus pernah digunakan untuk Sign in ke www.berbatik.com
  2. Peserta wajib klik "Like" fpage Berbatik
  3. Peserta harus menjadi follower akun twitter @berbatikcom
  4. Kata-kata di dalam tulisan yang wajib diberi hyperlink www.berbatik.com : 
    - batik
    - malam
    - canting
    - berbatik
    - belanja
    - batik online
    - butik batik
    - toko batik
    - online
  5. Kata-kata yang dianjurkan ada di dalam blog:
    - berbatik
    - batik online
    - butik batik 
    - toko batik
  6. Peserta wajib memasang banner Berbatik pada widget sidebar blog atau di dalam postingan sebagai tanda keikutsertaan kontes.
    Banner dalam bentuk jpeg: "http://bit.ly/KontesBlogBerbatik"
    Banner dalam bentuk html: "<a target="_blank" href="http://www.berbatik.com"><img style="" src="http://i1257.photobucket.com/albums/ii520/berbatikcom/Newsletter/Newsletter-Kontes-Blog-01_04_zpsfbc73f2d.jpg"/></a>"
  7. Mempromosikan link blog berisi artikel via twitter dengan mention @berbatikcom dan menyertakan tagar #akuberbatik dan tagar #berbatik
  8. Perpendek Link dengan bantuan hootsuite, tinyurl, dll.
  9. Peserta wajib mengisi data diri dan dikirimkan ke akuberbatik@gmail.com
    - Nama
    - No. HP:
    - No. KTP:
    - E-mail:
    - Twitter:
    - Facebook:
    - Link blog berisi tulisan kontes (tanpa di-shortlink):


Peraturan 

  1. Peserta adalah Warga Negara Indonesia dan tidak ada batasan usia.
  2. Tulisan bukan hasil copy paste dan tidak boleh melanggar hak kekayaan intelektual pihak manapun juga.
  3. Bila mengutip, wajib mencantumkan sumber/ referensi.
  4. Disclaimer mengenai tulisan di luar tanggung jawab Berbatik maupun Berniaga Digital.
  5. Tulisan tidak boleh bermuatan politik dan SARA.
  6. Berbatik berhak untuk menggunakan (termasuk namun tidak terbatas mengedit dan memodifikasi) seluruh karya (postingan) peserta yang diikutsertakan dalam kompetisi ini untuk segala kepentingan Berbatik.
  7. Berbatik berhak mengubah syarat dan ketentuan kompetisi ini tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
  8. Pemenang wajib menyediakan copy KTP atau indetitas diri sesuai permintaan panitia untuk keperluan verifikasi.
  9. Berbatik berhak untuk mendiskualifikasi peserta dan/atau pemenang yang dianggap melanggar sebagian atau seluruh syarat dan ketentuan kompetisi ini
  10. Peserta wajib menggunakan blog pribadi, bukan blog khusus lomba.
  11. Peserta bebas menggunakan blog apapun (BLOGdetik, blogspot, wordpress, kompasiana, dll).
  12. Keputusan juri tidak bisa diganggu gugat. Tidak diadakan surat-menyurat.
  13. Hadiah perjalanan dan voucher tidak dapat ditukarkan dengan uang tunai.
  14. Pajak pemenang ditanggung pihak Berbatik.
  15. Berbatik tidak memungut biaya apapun.
  16. Pengumuman pemenang dilakukan pada tanggal 15 Februari 2013 dan akan ditampilkan di www.berbatik.com (www.berbatik.com/event), fpage Berbatik, dan akun twitter @berbatikcom

Suriah, Tetap Sekarat!

♠ Posted by Aryni Ayu in

-Day One, 23 Januari 2013-

Demokrasi hanya milik negara – negara maju. Selain yang maju, akan menjadi makanan bagi sang maju. Suriah, hanya korban. Kepentingan sejati tak pernah terkalahkan hanya dengan perdamaian dunia (Aryni Ayu)

            Dulu, saat masih duduk di perkuliahan empat semester, sewaktu teori – teori perang saudara di dunia mulai meletup, Angelina Jolie yang masih sempat mengunjungi kamp – kamp pengungsi di Turki, Obama yang masih hangat – hangatnya berada di kursi empuk gedung Putih, serta rambut Susilo Bambang Yudhoyono yang masih belum beruban. Tepatnya hampir dua tahun yang lalu, Timur Tengah mulai bergejolak!
Ketika itu saya sedang menuliskan artikel pertama tentang kawasan Timur Tengah, yang saya rasa cukup untuk mengkritisi terkikisnya celah – celah kemanusiaan di kawasan tersebut. Meski hanya penulis lepas, saya pikir dengan tulisan ini, juga dengan tulisan para penulis terkenal, akan mampu meredam konflik yang semakin menggejala itu. Namun ternyata, pagi ini, tepat hampir dua tahun masa itu lahir, gambar – gambar peperangan ; janda dengan luka tembak di sekujur tubuhnya, beberapa anak yang kehilangan rumah, anak – anak kecil duduk termangu di puing – puing gedung bekas tembakan, seorang ibu yang kehilangan anaknya, tetap dan selalu menjadi headline di hampir semua media nasional dan internasional. Nampaknya, tak ada perubahan berarti. Kamp – kamp pengungsi terlihat bertambah, menandakan penderitaan manusia!
Demokrasi, kiranya tak akan pernah menembus batas – batas perpolitikan Timur Tangah. Mati segan hidup tak mau, jika dirinya yang penuh kebebasan itu dipaksakan pada negara – negara aristokratis. Demokrasi bahkan sudah terlihat rapuh sejak abad 5 SM, saat jaman Yunani Kuno masih memerintah (Dahl, 2003). Lihat saja, hingga hari ini, lebih dari 700.000 rakyat Suriah menderita, separuh diantaranya meninggal akibat konflik yang tak berkesudahan (Kompas 23 Januari, 2013).
Bukan rahasia lagi jika pihak – pihak elit dari berbagai belahan dunia, termasuk negara adidaya sendiri sudah terlanjur berusaha keras untuk menyelesaikan konflik tersebut. Amerika Serikat, sudah tentu sebagai pendamai sekaligus pemangku kepentingan utama dibalik perdamaian dunia. Cina dan Rusia, sebagai dua sahabat karib pendukung Suriah. Kemudian dibelakangnya terdapat negara – negara Eropa, sebagai ‘buntut’ negara adidaya. Namun belum satu pun diantara mereka yang bisa kita sebut sebagai pahlawan. Tentu masih segar dalam ingatan dunia, bahwa bulan April lalu, hubungan Cina dan Rusia dengan Amerika sempat memanas (Kompas, April 2012). Satu menginginkan agar demokrasi segera ditegakkan, dua lainnya ingin Suriah tetap dalam pemerintahan yang telah ditentukan. Padahal jika mereka selaku penanggung jawab dunia mau berkaca, untuk apa lagi legitimasi berbau demokratis harus dipaksakan. Toh, demokrasi hanya milik negara – negara maju. Selain yang maju, akan menjadi makanan bagi sang maju. Suriah, hanya korban. Kepentingan sejati tak pernah terkalahkan hanya dengan perdamaian dunia. Terlalu banyak campur tangan dalam perdamaian tersebut.
Meski Perserikatan Bangsa Bangsa memerintahkan bertindak, suara yang ada bukanlah rakyat, kebanyakan hanya suara orang – orang perwakilan negara – negara berkepentingan. Lihat saja kesimpang siuran berita yang terbit di media internasional. Negara A menuduh negara B sebagai pemasok senjata untuk kepentingan kekuasaan, lalu B mensuarakan A hanya membual. Adapun negara adidaya, disinggung – singgung memaksakan demokrasi agar Suriah beserta kawasan Timur Tengah lain mudah dikendalikan, notabene selama ini, kepemimpinan disana memang terlampau kuat. Dalam teori kepentingan politik, negara lemah terbiasa tidak mempunyai pilihan selain harus mematuhi komando negara kuat (Politik Antar Bangsa, Morgenthau : 2010). Suriah, hanya menjadi medan pertempuran legitimasi, sampai kapan harus sekarat dan pada akhirnya mati? 

My Chicken of Soup - Nothing Special!

♠ Posted by Aryni Ayu in

-Day 2-
Sunday, 20th January 2013

Karena hidup begitu menggoda, semangat para wanita!

No sense! Bahkan meskipun gajah berubah jadi anak gajah, kucing tak lagi bisa mengeong, dan kambing yang suaranya habis untuk mengembik, tak sekalipun terdengar olehku kabar tentang si dia. Dia, pacarku itu. Ah, bodo amat! Emang dia kecakepan apa? Terus gue kudu ngalah gitu? Ogah!! Cium kaki gue dulu yang abis nginjek pasir! bentak hatiku yang sedang alay. Sungguh bayangnya tak pernah sirna di mimpi. Meski diri ini mengharap bermimpi yang indah – indah, entah bersama artis – artis hollywood, atau sekedar memiliki satu lemari penuh baju, dan sepatu ala model fashion. Tapi wajahnya itu, benar – benar menutupi segalanya, mimpi indah satu pun tak bisa menembus tidurku (emangnya kaca anti peluru?:P). Hingga fajar menyingsing, tak terasa olehku ingin mengamuk sekeras – kerasnya. Melihat handphone yang tak ada sama sekali pesan darinya, sekedar “Hai, Im sorry, or I miss u, or Morning Avril”, nothing! Spontan handphone melayang menuju landasan, mengitari sepasang nyamuk yang sedang bercakap – cakap, menantang terangnya sinar matahari di jendela, kemudian menembus tembok, tapi tak bisa, hingga jatuh terkapar di lantai. Uh, hati benar – benar lusuh, inginku tarik – tarik rambutnya sampai botak, atau sekedar menginjak kakinya sampai tak berbentuk kaki, menyebalkan! 
Bangun dari tempat tidur, segera kuturuni tangga dengan bibir yang masih belum juga meninggalkan manyunnya. Kubantu mama memasak, mencuci piring, dan segala hal yang biasa dikerjakan perempuan. Baru hari ini menekuni pekerjaan rutin itu lagi. Maklum, dua tiga bulan ini aku sangat sibuk mengurusi urusan. Mengajari murid bersekolah, menata guru – guru praktek yang kadang membandel, gak beda – beda amat dengan muridnya, menata diri yang sering semrawut, dan terakhir, mengelus – elus sang pacar. Tanda kutip, berpacaran lagi, ya, cepat sekali. Tapi yang satu ini benar – benar rewel. Huzy, aku sedang memasak cap jay, jangan ramai!
Selesai, segera kurebahkan diri menikmasti secangkir cokelat dan masakanku sendiri, ditemani tawa terbahak – bahak dari papa mama. Dan pasti, tak ada satu hari pun lewat dari pembicaraan seputar pacarku, si rewel itu! “Sudah, tidak usah di sms dulu, harga diri, nanti kalau jodoh ya pasti ketemu lagi, kalo gak jadi ya sama anaknya temennya papa, ajudan bupati lho!”. Wah papa apaan sih, batinku yang malu – malu. lalu mama nyambung, “Iya, pokoknya jalani dulu, kan kamu tidak salah toh kemarin, diam saja. Cari suami gampang, cari jodoh yang sulit.” Olala, siap papa mama, no men no cry! 
Kegiatan siang hingga malam, no special! Hanya memperbaiki laporanku yang salah, menunggu pesan darinya, lalu menulis. Malam ini, aku hanya ingin punya rencana kecil yang cintanya besar. Sembari menunggu hasil final nasib proposal skripsiku, aku ingin membuat majalah online mingguan atau bulanan, sekedar mengisi waktu agar tidak rugi. Isinya..aku ingin semua! Dari sosial, politik, budaya, ataupun fashion! Yang jelas setiap hari harus menulis, dan waktuku tak boleh menganggur sedkitpun. Karena hidup begitu menggoda, semangat para wanita!

My Chicken of Soup – Berdamai dengan Masa Lalu

♠ Posted by Aryni Ayu in

-Day One, Friday, 18th January 2013-

“Aku tidak memaksa orang lain untuk menerima masa laluku, dan aku tidak akan pernah kembali. Aku akan menjadi orang yang lebih baik, bukan wanita sempurna, tetapi wanita yang mampu menghadapi berbagai urusan seisi bumi”

            Rasanya sudah lelah hingga berbulan – bulan tak menemukan kebahagiaan, bahkan di dalam isi diri sendiri. Seperti sudah terlalu banyak ombak yang mendera dermagaku. Anggap aku sebagai kapten yang membawa banyak manusia dalam sebuah kapal, lalu kapal itu berayun – ayun tertabrak segerombolan gelombang laut. Kadang kapal mengayun ke kanan, ke kiri, maju, dan mundur. Layaknya nasib manusia dalam putaran roda kehidupan. Kepatuhan pada nasib yang tak bisa ditawar – tawar. Bahkan jika seorang kapten tersesat di sebuah pulau, di tengah – tengah laut, atau kegelapan, manusia yang hidup di kapal, juga akan turut menyertainya, atau bisa jadi, si kapten dibiarkan sendiri, karena sudah tak berguna.  Ya, rasanya seperti itu hidupku.
            Aku masih ingat, malam itu, minggu pertama setelah kami baru saja berhubungan selama tiga bulan. Menikmati yang indah – indah dari serumpunan kata – kata cinta. Kadang bersenda gurau, kadang saling mencaci, membicarakan lucunya kelemahan manusia lain, atau sekedar memupuk rencana – recana pernikahan. Ya, itu sangat menyenangkan. Bagiku, dia seorang laki – laki yang tangguh, tegas, dan berkepribadian diantara segudang kelemahan – kelemahan lain. Aku begitu percaya akan kehidupan yang lebih baik bersamanya. Saat aku diterpa banyak masalah dalam lingkungan karir di sebuah lingkungan sekolah, aku sebagai guru sekaligus ketua dari guru – guru praktek lainnya, memegang tanggung jawab yang sangat berat, setidaknya bagiku, dirinya sangat membantu sekedar memberikan saran – saran.
“Sayang,  begitu berat aku disini, satu orang menyerangku dari belakang, seorang lain pura – pura bermuka manis di depanku, dan banyak lainnya ikut terprovokasi. Aku mulai lelah, tidakkah mereka mengerti bahwa berada di posisiku saat ini adalah berat?”
“Memang mereka seperti sayang, kau tidak boleh gentar meski mereka melempar kotoran kepadamu, hadapi saja. Besok kau ambil cuti, sakit semua badanmu jika berminggu – minggu tak libur sama sekali. Biar mereka melepaskan racun – racunnya. Hari senin, kau berikan penawar untuk mereka, beri sidang, agar mereka kapok.”
“Baik, terimakasih sayang..”
Besoknya, dengan segenap kekuatan aku periksai mereka satu – satu, aku beri arahan agar mau menghargai satu sama lain, dan terbuka tanpa cela dibelakang. Hasilnya, seketika itu juga masalahku selesai. Benar – benar saran yang luar biasa. Dan bagiku, dia malaikat penyelamat.
Hubungan pun terus berjalan, sampai akhirnya pasti terdapat batu ditengah jalan yang siap kapan saja melukai manusia. Aku sampaikan sesuatu yang menurutku harus tersampaikan, tepat pada waktunya.
“Sayang, bolehkah aku berbicara sesuatu?
“katakanlah..”
“Akankah kau akan memaafkan dan menerima?”
“Akan kucoba..”
“Baik, karena diawal hubungan ini tak pernah kau tanyakan aku seperti apa, kau begitu percaya kepadaku, aku harap begitu juga kali ini. Dulu, di masa laluku, pernah seorang dua orang laki – laki hampir menjahili harga diriku, pernah terbesit di otak mereka untuk merusak apa yang aku punya. Dengan beragam muslihat, mereka mengelabuiku, pura – pura menempatkan diri ini sebagai pilihan terbaiknya. Mereka pura – pura baik padaku, dan aku hanya orang bodoh yang tak tahu kemana arah mereka berbicara dan bertindak. Maafkan, diri ini hampir saja rusak. Beruntung Tuhan masih menyayangiku, karena sejujurnya, meski terlihat begitu keras, namun tak pernah sedikitpun aku ingin menjahati orang lain. Tuhan memberi waktu kepadaku untuk segera pergi dari kehidupan mereka. Tuhan menunjukkan apa – apa yang menjadi belang keduanya. Dan Tuhan, masih memberikanku harga diri ini, setinggi – tingginya. Aku menunggu jawabanmu.
“....aku benar – benar kaget mendengar semua itu. Masa lalu itu, mengapa tak kau ceritakan diawal? Aku sayang kepadamu sampai titik darah menemui tegangnya, sebelum janur kuning menemui lengkungnya, tapi masa lalu itu, aku masih tak bisa memafkan, aku merasa ditipu. Aku butuh waktu untuk percaya padamu lagi..”
“Tapi, aku tidak melakukan apa – apa, terkecuali membela diri, sungguh, aku tak sampai rela harga diri ini teraniaya oleh mereka..”
“ya, tapi maaf, aku masih butuh waktu..”
Hanya diam yang membuat aku tenang. Berbohong pun tak ada, itu sudah sejujur – jujurnya, harus kukatakan apa lagi? Masa lalu tak bisa kuubah, hanya masa depan yang aku bisa ubah.
Sepekan setelah itu, hubungan terasa hampa. Dirinya terus menerpaku dengan berbagai pertanyaan, apa – apa yang pernah aku lakukan sebelumnya. Sampai aku harus ikut berbohong, aku mengaku pernah melakukan sesuatu dengan masa laluku. Tapi ya, aku berbohong. Hanya untuk membuatnya merasa puas. Sungguh, apa yang sebenarnya aku lakukan hanya membela diri, dan kabur, tak lebih.
Dan hubungan kembali mereda, hampa, mereda, dan hampa lagi, hingga detik ini. Rasanya, sudah seminggu aku menderita dengan berbagai pertanyaan itu. Dengan halus, kadang sewenang – wenang, namun lebih banyak marah kepadaku karena penjelasan yang aku berikan. Dia semakin membenciku. Diam, lebih menjadi pilihanku. Sehari dua hari, rasanya diri ini ingin marah kepadanya, ingin mencaci seperti apa yang dia lakukan. Tapi, hati menahan. Tak bisa, jika begini terus, hubungan akan hampa, tak ada cinta, tak ada rasa. Kuputuskan untuk menelepon semalam. Benar saja, suara kosong, benar – benar tak kurasai jiwa orang hidup didalam sana. Dia begitu tenang menerima telpon dariku, tak seperti biasanya, yang ceria, terkadang marah, atau sekedar membentak. Berkatalah aku..
“..ehm, aku hanya ingin kau tahu dimana letak kesalahanmu, tak bisakah kau meminta maaf dan menarik ucapanmu bahwa kau menjalani hubungan dengan keterpaksaan?
Tak ada suara, kemudian..
“Satu, aku masih tidak bisa memaafkan, aku masih merasa tertipu. Terpaksa menjalani semua ini. Rasanya sudah tidak bisa keadaan ini kembali seperti dulu, ya jalani saja hubungan yang hambar ini.
“Tidak bisa, lebih baik mati daripada kurasai hambar, aku sudah berulang kali menjelaskan kepadamu, tak bisakah kau mempercayaiku?
“kalau rasa sayang masih ada, tapi aku butuh waktu, aku masih tidak bisa percaya kepadamu..terpaksa. kau tahu sendiri dulu wanita seperti itu langsung aku buang..”
“hei..aku bukan wanita rendahan, kau tahu itu! Aku bukan sampah yang bisa seenaknya dibuang, dicaci. Aku bukan mantan – mantanmu yang murahan! semua laki – laki begitu mempercayaiku, menganggap aku baik, tapi kenapa kau yang benar – benar aku anggap terbaik, justru ikut menyakitiku? Tak bisa kah kau punya hati sedikit saja!! Hanya orang bodoh yang terjebak di masa lalu!
Batinku membentak, tak terima begitu saja jika diri ini dihina atas sesuatu yang tak pernah terjadi, apalagi dilakukan. Air mata menetes begitu derasnya. Di telpon, rasanya diri ini sudah malu, menangis di depan pria? Ah, bukan diriku sekali, tetapi tak bisa tertahankan. Oh Tuhan, rasanya hati dan raga ini begitu sakit. Aku biarkan orang tuaku terbangun, memasuki kamarku untuk menenangkan diri yang sedang terbunuh. Sampai dini hari, tak surut juga air mata ini. Kubiarkan mama berbicara dengannya, aku sudah tak kuat.
Raga dan jiwa ini tak karuan lemasnya. Segera kurebahkan diri diatas tempat tidur bertaburkan buku – buku yang aku baca sebagai obat penenang. Kamudian berdoa pada Tuhan. Tuhan, tolong tidurkan aku dalam kondisi yang tenang, dan bangunkan aku dalam keceriaan yang penuh semangat untuk tetap hidup. Sesungguhnya dirinya baik, aku menyayanginya, hanya masih tak bisa menerima keadaanku yang seperti ini. Aku bukan wanita yang sempurna Tuhan, tapi setidaknya biarkan aku bahagia, sedikit saja.
Sinar matahari di ufuk menembus jendela kamar. Harumnya bunga – bunga yang entah darimana asalnya membangunkanku dari lelahnya hati. Kulihat kupu – kupu bertengger diatas tatanan bunga di kamar. Aku sadar, air mata itu sudah surut. Kemudian berkacalah di depan kaca rias, aku masih begitu berharga. Sebuah senyuman tersimpul di bibirku yang semalam sempat mengeluarkan darah. Setiap hari adalah hari baru, harapan baru, dan harga diri yang juga baru. Diriku tak lagi terbunuh, sudah hampir sepenuhnya hidup. Aku mulai sadar bahwa aku tidak bisa memaksa orang lain untuk menerima masa laluku, dan aku tidak akan pernah kembali. Aku akan menjadi orang yang lebih baik, bukan wanita sempurna, tetapi wanita yang mampu menghadapi berbagai urusan seisi bumi. Aku berima kasih atas perkara – perkara yang pernah menimpa hidupku, membuat diri menjadi lebih kuat. Semangatlah para wanita..!