♠ Posted by Aryni Ayu in PROSA at 19.14
laki – laki buruk pun
ingin memiliki wanita ‘baik – baik’
Benarkah sebagai wanita
kita bersedia untuk dipilih berdasarkan alternatif? I dont think so!
Ketika dunia
berada diambang budaya yang kian bebas, apalagi. Seakan tak ada sekat diantara
batas baik dan buruk, wanita tetap punya tanda tanya besar. Antara kebebasan
dan kehormatan. Jika pilihan adalah bebas, bolehkan jika wanita tidak memilih
sebagai emas? Dan kehormatan, bolekah jika wanita tetap menjadi emas? Seorang konvensional
atau wanita modernitas bebas tak terbatas.
Dari
selosongsong kehidupan dunia yang begitu beragam. Tanpa sekat. Tanpa tahu bilik
baik dan benar. Tanpa tahu nilai – nilai filosofis manusia. Wanita, tetap
dituntut untuk menjadi emas. Semua hal tentang tata adat berpakaian, perilaku
yang menurut Gerald I. Nierenberg bukan hanya menjadi pertahanan tapi juga
tantangan, menjadi indikator penting bagi nilai seorang wanita. Nyatanya,
emansipasi yang dulu digembar – gemborkan oleh R.A Kartini (Indonesia) dan Bella
Zavitzky (Amerika) perlu mendapat dukungan yang benar dari wanita saat ini.
Layaknya partai,
kehidupan pasca emansipasi memiliki dualisme. Antara kehidupan baik dan buruk. Meski
terlihat samar, keduanya masih bisa dibedakan, apalagi dipilih. Kebenaran yang
ditempati para wanita konvensional bernapas monokultural, atau keburukan yang
disinggahi wanita berasas modernitas tak terbatas. Memang terlihat menghakimi,
namun semua butuh keadilan. Ketika kita melihat seorang laki – laki ingin
melamar gadis, apa yang diharapkannya dari gadis itu? Selain cantik, pintar,
dan berbobot? apalagi jika bukan bermartabat, benar tidak? Jelas sekali bukanlah
hal – hal buruk yang diharapkan. Atau jika memang sangat terpaksa oleh berbagai
keadaan, (“tidak virgin, atau MBA”) barulah alternatif ‘buruk’ menjadi pilihan.
Benarkah sebagai wanita kita bersedia untuk dipilih berdasarkan alternatif? I
dont think so!
Alfian, seorang laki – laki penghafal
cafe dan diskotik, mengaku telah berkencan dengan banyak wanita. Dari keterangannya,
dalam setahun dia bisa mengencani sekitar 60 wanita di berbagai tempat. Dari wanita
perokok, pemabuk, hingga ‘ayam kampus’, semua pernah dicobanya. “mereka sangat
menghiburku, membuatku berfantasi, hingga aku lupa bagaimana kehidupan normal.
Mereka menyenangkan, namun aku tak menemukan sesuatu yang menarik di mataku. Mereka
mudah terlupakan. Aku ingin wanita yang baik – baik, tapi juga tidak kaku” Pengakuan
seorang laki – laki yang sekiranya dapat mewakili teman – temannya yang sejenis.
Nyatanya, mereka tetap membutuhkan emas.
Wanita bernapas konvensional, alias
emas, sering menjadi pilihan. Potret kehidupannya yang jauh dari kontaminasi diskotik,
rokok, minuman keras, dan sex bebas, memang terlihat membosankan. Apalagi jika
mereka terkadang terlihat ‘tidak gaul’ saat bergaul dengan wanita modernitas
tak terbatas, yang benar – benar memiliki kebebasan tanpa aturan. Bagi sebagian
laki – laki pecinta hiburan, mungkin mereka terlihat menarik. Namun siapa
sangka, laki – laki buruk pun ingin memiliki wanita ‘baik – baik’. Bukankah ini
pertanda bahwa budaya kebebasan masih tetap memiliki kebenaran?
Emas tetaplah emas, jika memang
memilih sebagai setengah wanita baik dan buruk, atau totalitas diantara
keduanya, tak ada orang berhak melarang. Toh, pilihan jatuh pada pilihan masing
– masing satu paket dengan resikonya. Yang jelas, emas masih tetap mahal dan
diperebutkan! Tak maukah jika kita memiliki penawaran yang tinggi sebagai
seorang wanita? Silahkan memilih.
0 komentar:
Posting Komentar