Konferensi Asia Afrika itu Gagasan Cerdas Asli Made in Indonesia

♠ Posted by Aryni Ayu in at 03.05

-Day 3-
12 Juni 2011

Jika Anda mengenal Indonesia dengan kacamata hari ini, tentu akan merasa malu sekali memiliki sebuah negara yang dipenuhi dengan dinding – dinding kebohongan, korupsi, kolusi, nepotisme, dan hedonisme. Mungkin diantara masyarakat kuno, kaum berpendidikan dan tentunya peduli terhadap sejarah mereka, pasti sangat merindukan sebuah zaman nasionalisme, ketika Indonesia baru saja merdeka. Ingat kapan terakhir kali Anda menghidupkan televisi mungkin bersama keluarga, teman atau saudara Anda untuk melihat berita terupdate ala pers Indonesia? Bisa saya tebak, pasti tak luput dari cuplikan tentang elit – elit yang terpaksa harus menjadi tikus dadakan untuk mencukupi hedonismenya belaka. What the hell is that? kalo bukan masalah korupsi, penyakit bolos para penghuni DPR, payudara radang, kisruh pengalihan isu, terus apa lagi? Sudahlah, daripada terus – menerus mengekspos elit – elit yang tidak tahu malu itu lebih kita mem - flashback harta dan sejarah Indonesia. Agar kita tahu seberapa pentingnya dan berpengaruhnya Indonesia sebenarnya bagi dunia internasional. Mungkin akan cukup membuktikan pula bahwa Indonesia adalah sebuah negara merdeka yang gak lembek seperti sekarang, Indonesia adalah Indonesia.

Sembari menikmati lantunan music barat ala My Chemical Romance, Avril Lavigne, Ke$ha, Boys like Girls, Pink, Daugthry, Linkin Park, be rockin guys! Indonesia is Indonesia. Ya, saya mencoba mencari inspirasi agar pembaca sekalian mengerti dan terkesima bahwa Indonesia itu sebenarnya patut dicintai, tidak boleh dikhianati, seperti yang dilakukan para elit – elit yang tidak tahu malu itu. Meskipun orang – orang usil di pagi hari tadi mencoba meruntuhkan prinsipku untuk tetap memegang teguh nilai – nilai sejarah, tapi I said “Aku pasti bisa hidup diatas Sejarah”. Kedengarannya mungkin agak apatis dan idealis ya, but I don’t care, I choose my way. Bermodal background dinding – dinding yang penuh dengan korupsi, kebohongan, korupsi, kolusi, nepotisme, bahkan hedonisme, saya akan mencoba mengembangkan hal – hal yang bobrok tersebut menjadi sebuah kajian sejarah relevan. Sebuah Konferensi Asia Afrika peninggalan rezim Soekarno yang begitu berharga, bahkan mampu membuktikan bahwa nama Indonesia pantas bersanding dengan negara – negara merdeka lainnya dalam percaturan politik dunia internasional.

Konferensi Asia Afrika, ya mungkin di benak para generasi muda sekarang nama itu hanyalah sederet kata Geje alias gak jelas yang pernah dilontarkan guru – guru mereka saat ulangan sekolah tengah berlangsung. Atau hanya sebuah singkatan KAA yang diidentikkan dengan PT. KAI (aduh plis deh..:0). Tapi pada realnya memang ya, banyak diantara masyarakat kaum menengah kebawah yang tentunya juga tidak sebegitu akrab dengan ilmu sejarah, saya jamin tidak banyak mengetahui tentang esensi apalagi relevansi dari Konferensi Asia Afrika. What’s that? apakah itu untuk konferensi orang – orang bodoh? goodness, saya hanya bisa menggeleng – gelengkan kepala. Belum lagi dengan para elit yang sebagian besar sudah tidak peduli dengan warisan elit – elit Indonesia terdahulu. Apa? kalian mau menyangkal? lihat sekali lagi dengan hati, banyak diantara kalian (para elit sekarang) yang lebih mementingkan hedonisme belaka, rakyat sengsara asal kalian senang. Tidak peduli berapa banyak kasus korupsi yang telah dibuat, dan dibungkus dengan berbagai kebohongan lagi ketika kasus tersebut terkuak. Konferensi Asia Afrika memang masih eksis, tapi esensinya sudah tidak sakral, hanya sebuah tulisan diatas meja diplomasi.

Di suatu belahan bumi timur, ada sekelompok masyarakat korban perbudakan, eksploitasi dan penjajahan bangsa – bangsa barat mencoba bangkit menyusun sebuah tsunami kemerdekaan yang berdaulat demi kesejahteraan mereka. Walaupun mereka tahu bahwa tidak mungkin melawan kemaharajaan barat yang sedemikian besar, munafik, pintar, licik, dan kaya itu. Jika kita bisa meminjam alat pengatur waktu Doraemon, mungkin kita bisa melihat bagaimana sebenarnya para imperialis barat itu mencoba menjajakan kekejaman mereka kepada warga kulit berwarna. Siapa lagi jika bukan warga Asia dan Afrika pada umumnya, termasuk Indonesia. Di sekitar tahun 1945, saat negara – negara di Asia mulai mendapat kemerdekaannya secara penuh, entah itu berupa hadiah dari para penjajah ataupun asli dari perjuangan elit dan rakyatnya. Secara bersamaan, para elit mereka mulai berbondong – bondong kesana – kemari, berusaha menjadi partisipan dalam berbagai organisasi yang didirikan oleh negara – negara barat. NATO, NAFTA, AFTA, SEATO misalnya, adalah organisasi – organisasi buatan barat yang dibuat sebagian besar hanya sebagai manuver pembendung komunis. Biasanya, dalang dibalik semua itu adalah Amerika Serikat. Mengapa mereka begitu perhatian terhadap bangsa – bangsa Asia hingga mau menggelontorkan dananya untuk membiayai organisasi – organisasi bodoh itu? Sekali karena satu tujuan, seorang patrenalis dan imperialis tak akan melepaskan begitu saja negara jajahannya meskipun tanah tersebut telah merdeka. Baru sebuah organisasi MAPHILINDO yang mampu dibuat oleh negara – negara Asia tenggara yakni Malaysia, Philipina, dan Indonesia. Namun ironis organisasi ini pun tidak bertahan lama, sama seperti organisasi barat lainnya, hanya beberapa yang mampu berdiri tegak hingga sekarang.
Ketergantungan negara – negara Asia Tenggara terhadap bangsa Barat yang masih tidak bisa lepas begitu saja dari induknya, ditambah lagi dengan banyaknya rakyat yang menuntut keadilan dan sebuah revolusi kemajuan masa depan, serta meluasnya dampak perang ideology antara komunis dan liberal. Sebegitu memprihatinkan keadaan regional bangsa – bangsa di Asia pasca kemerdekaan membuat Presiden Soekarno memiliki gagasan untuk segera meneruskan ide – ide cerdas kaum pelajar di tahun 1926 sebelumnya tentang solidaritas Asia – Afrika. Di sekitar tahun 1953, dua tahun sebelum wadah ini terbentuk, para elit Asia tengah sibuk mempersiapkan berbagai konferensi, undangan, serta diskusi yang membahas tentang nasib Asia pasca kemerdekaan. Presiden Soekarno pun menerima undangan dari Sir John Kotelawala untuk menghadiri Panca Negara, namun beliau agar didirikan sebuah wadah organisasi yang lebih besar, tidak hanya mencakup bangsa Asia saja, namun juga bangsa – bangsa di Afrika yang sangat membutuhkan uluran tangan dan kerja sama negara – negara lain agar mereka bisa bangkit. Itulah yang terjadi di belahan dunia timur, coba kita tengok ke belahan bumi Barat. Di tahun yang sama, mereka juga memiliki gagasan untuk mendirikan sebuah organisasi rahasia yang didalamnya terdapat orang – orang vital pemegang perekenomian, perpolitikan, serta stabilitas negara – negara di Eropa dan Amerika. Bertujuan untuk membicarakan tentang masa depan dunia, termasuk masa depan negara – negara di Asia dan Afrika. Organisasi tersebut bernama “Billderberg”, ya mungkin Anda baru saja mendengar nama ini. Wajar saja karena ini adalah organisasi super rahasia yang didirikan tahun 1954, jangankan direkam, keberadaan mereka saat rapat bahkan tidak boleh diekspos oleh media.

Of Course, tinggalkan sejenak tentang Birllderberg, sebuah organisasi super rahasia penentu masa depan dunia karena Asia Afrika bahkan terlibat didalam pembicaraan mereka. Atas usulan cerdas Presiden Soekarno agar dibentuk suatu wadah yang lebih luas lagi cakupannya, maka pada tanggal 19 – 24 April 1955 diadakanlah sebuah Konferensi Asia – Afrika di Bogor dengan Indonesia sebagai sponsornya. Esensi dari konferensi tersebut secara garis besar mencakup kesejahteraan di negara – negara Asia – Afrika, persamaan nasib, dan keseteraan derajat di dunia internasional, serta merangkul permasalahan social lainnya atau lebih dikenal dengan nama Dasasila Bandung.

Relevansi Konferensi Asia – Afrika di tahun – tahun berikutnya mampu memembantu negara – negara di Afrika untuk merdeka dan terbentuklah menjadi negara baru. Indonesia bahkan menjadi katalis bagi elit – elit Asia – Afrika untuk duduk didalam kursi – kursi PBB. Konferensi Asia – Afrika bukanlah sebuah ratapan utopis para rakyat terjajah, melainkan sebagai gagasan cerdas dan bukti bahwa Indonesia memiliki pengaruh besar di mata internasional. Meski pamor mereka mulai menurun akibat tuan rumah yang mengalami degredasi pencitraan, ternodai dengan banyaknya kasus – kasus suap korupsi di negaranya.

Di tahun 2011, Indonesia masih menjadi tuan rumah bagi terselenggaranya Asia Afrika. Tentu esensi yang ada pun disesuaikan dengan perkembangan globalisasi. Indonesia tetap berperan dalam mempertahankan stabilitas regional negara – negara di Asia – Afrika, hebat bukan Indonesia?

0 komentar:

Posting Komentar